Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolom

Nasionalisme

Kaum intelektual adalah kelompok yang aktif memer- dekakan bangsa indonesia dari penjajahan. mereka dijiwai oleh nasionalisme. demokrasi politik dan ekonomi menumbuhkan solidaritas nasional.

24 Agustus 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nasionalisme KWIK KIAN GIE KELOMPOK yang aktif di arena politik praktis untuk memerdekakan bangsa kita dari penjajahan adalah kaum intelektual. Mereka, ketika itu, selain punya cukup waktu untuk merenung, karena sering dipenjarakan dan dibuang, juga dijiwai oleh nasionalisme dan patriotisme yang menggelora sebagai kekuatan spiritual yang terus-menerus mempertahankan semangat perjuangan mereka di tengah-tengah tekanan dan ancaman hukuman berat rezim penjajahan. Intelektualisme, nasionalisme, patriotisme, dan waktu yang relatif banyak membuat mereka mampu melihat kehidupan bernegara dan berbangsa jauh ke depan walau ketika itu kita belum merdeka. Mereka mengatakan bahwa kemerdekaan merupakan jembatan emas menuju kemakmuran dan kesejahteraan bangsa secara adil dan beradab. Pengisian kemerdekaan dengan pembangunan ekonomi telah jadi kenyataan. Peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan sangat mencolok, dan bisa dirasakan secara kongkret oleh segala lapisan masyarakat. Hanya saja, peningkatan kemakmuran di pedesaan masih ratusan persen, di kota-kota besar ada kelompok yang tingkat kemajuannya puluhan ribu persen. Perbedaan inilah yang menyebabkan adanya istilah "kesenjangan sosial ekonomi". Pembangunan ekonomi juga berarti bahwa pemerintah membangun sarana dan prasarana dasar infrastrukturnya. Produksi dan distribusi barang dan jasa kebutuhan kita sehari-hari dilakukan para wiraswasta, yang dikenal punya dinamika, daya juang, dan semangat kerja luar biasa. Tidak heran bila ada kelompok lain hanyut dalam tata nilai kelompok para wiraswasta ini. Maka, banyak yang mulai mempertanyakan apa peran negara bagi mereka. Bukankah perekonomian kita terbuka, dan kita menganut lalu lintas devisa bebas? Mereka bertanya karena mereka terkait dalam perekonomian global. Apa yang mereka butuhkan adalah telepon facsimile, komputer, modem, dan pesawat jet. Mereka ini terkait dalam "negara" yang lain lagi dan bisa punya pusat di mana saja sesuai dengan kebutuhan. "Negara" ini adalah corporate state. Negara yang kita bicarakan adalah nation state. Banyak fungsi dan peran penting yang tadinya dilakukan pemerintah negara bangsa kini makin pudar. Karena para wiraswasta ini sanggup membuat sekolah, rumah sakit, lapangan golf, restoran mewah, pusat olahraga dan rekreasi sendiri yang mereka bangun secara eksklusif. Yang bukan anggota tidak boleh masuk. Keamanan juga sudah bisa mereka adakan sendiri dengan pasukan satpam yang tangguh. Sistem pengamanan untuk rumah dan mobil yang canggih bisa dibeli. Listrik, telekomunikasi, dan air bersih mereka hasilkan untuk lingkungan permukiman sendiri. Memang semuanya benar. Namun, mereka lupa bahwa di samping berdagang dan berwiraswasta, mereka juga hidup dengan pergaulan sesama manusia, dan punya tempat tinggal. Punya domisili. Bukan sekadar domisili formal, tetapi benar-benar secara fisik dihuni untuk bagian terbesar dari waktu mereka. Betapapun mereka sudah terkait dalam perekonomian global, betapapun darah daging mereka sudah kosmopolit universal, mereka tetap (untuk bagian terbesar dari waktu mereka) terpaku pada satu tempat tinggal. Lain halnya kalau nanti ada kecenderungan seluruh keluarga mereka secara fisik berpindah-pindah terus. Yang demikian sampai sekarang hampir tidak pernah kita lihat. Jadi, betapapun kosmopolitnya manusia ternyata masih bertempat tinggal dalam wilayah negara bangsa tertentu. Kalaupun dia mampu dengan rekan-rekannya membangun "pulau" eksklusif, yang supermewah dengan penjagaan ketat dari pasukan satpam, lingkungan mereka tetap akan terdiri dari bagian rakyat lain yang jumlahnya sangat besar, jauh lebih miskin, dan merasa ikut memiliki negara bangsa ini. Kelompok "mayoritas" ini tentu saja ingin dimungkinkan punya akses mobilitas ke atas. Mereka juga butuh listrik, kolam renang, perpustakaan, tempat-tempat rekreasi yang dibiayai pemerintah, karena pemerintah punya kekuatan menghimpun pajak sebagai sumber pembiayaannya. Kalau kita ingin meremehkan atau kita ingin meniadakan peran pemerintah yang demikian, saya khawatir ledakan-ledakan sosial dan hukum jalanan yang akan berlaku. Yang demikian itu teramat banyak contohnya dalam sejarah kehidupan manusia. Indonesia pernah mengenalnya berkali-kali. Tadi saya sebutkan bagian terbesar dari rakyat kita yang miskin merasa ikut memiliki negara bangsa ini. Itu sah, baik menurut landasan falsafah negara, menurut teori, maupun menurut konstitusi kita. Maka, keputusan politik yang bisa mewujudkan pemerintahan yang kuat dengan segala pengadaan barang dan jasa bagi rakyat banyak tadi juga harus diambil bersama-sama dengan rakyat banyak melalui saluran-saluran konstitusional yang jelas. Demokrasi politik adalah syarat mutlak bagi demokrasi ekonomi. Demokrasi ekonomi adalah syarat mutlak bagi adanya perasaan senasib sepenanggungan, adanya perasaan sense of belonging, dan perasaan solidaritas nasional. Kalau tidak, akan ada kekuatan tertentu yang sentrifugal sifatnya terhadap keutuhan negara bangsa ini. Kalau ledakan-ledakan terjadi, disadari atau tidak, kaum elite yang sudah merasa kosmopolit pasti akan merasakan sakitnya. Rasanya, jelas bahwa dalam keterbukaan dan kebebasan, dalam arus globalisasi, nasionalisme masih sangat relevan. Bagi mereka yang bisa melihat dengan tajam bahwa kemenangan-kemenangan dalam bidang meraih nilai lebih ekonomis, bisa lebih besar atas landasan nasionalisme dan patriotisme. Tadinya pasukannya adalah pasukan militer, tetapi sekarang pasukannya adalah transnational corporation. Tadinya senjatanya adalah bedil, tetapi sekarang teknologi dan manajemen. Tadinya yang dicuri melalui jaringan intel adalah rahasia militer, tetapi sekarang rahasia membuat micro chips dan teknologi canggih lainnya. Inilah yang membuat Jepang unggul dalam bidang ekonomi. Kiranya jelas, nasionalisme, patriotisme, demokrasi politik, demokrasi ekonomi, dan keadilan sosial ekonomi adalah pengertian yang saling terkait. Kalau salah satu memudar, keseluruhannya akan memudar pula.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus