Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Polisi hendaknya tidak gegabah dalam menyikapi gerakan #2019GantiPresiden. Berlaku lajak dengan membubarkan dan mengusir peserta aksi merupakan wujud pemberangusan kebebasan berpendapat. Konflik horizontal-demikian aparat mencemaskan-bisa saja terjadi di antara mereka yang mendukung dan menolak aksi itu. Tapi, ketimbang memberangus kebebasan berpendapat, polisi lebih baik menjaga aksi agar bentrokan dengan kelompok lain tidak terjadi. Jika dianggap perlu, polisi boleh saja melokalisasi tempat aksi, misalnya memindahkannya di lokasi tertutup agar tak memancing amuk kubu lawan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Secara normatif, aspirasi ganti presiden merupakan hal yang biasa dan penyampaian di muka umum merupakan hak yang dijamin konstitusi. Polisi boleh melarang jika penyampaian aspirasi itu tidak sesuai dengan pemberitahuan aksi yang akan digelar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Keterlibatan Badan Intelijen Negara dalam upaya pemulangan aktivis gerakan #2019GantiPresiden, Neno Warisman, dari Pekanbaru, Riau, ke Jakarta jelas tak bisa dibenarkan. Lembaga telik sandi tak semestinya melakukan operasi lapangan, yang merupakan tugas kepolisian.
Sejak pekan lalu, kelompok gerakan "ganti presiden" telah menyiapkan diri untuk menggelar deklarasi di Pekanbaru dan Surabaya. Kedua acara itu rencananya dihadiri Neno Warisman dan musikus Ahmad Dhani. Tapi aksi mereka ditolak pendukung Presiden Joko Widodo. Di Pekanbaru, kehadiran Neno dihadang ratusan orang di Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II. Setelah tertahan di bandara sekitar delapan jam, akhirnya Neno dapat kembali ke Jakarta. Di Surabaya, ratusan orang mengepung Hotel Majapahit, tempat Dhani menginap.
Kericuhan antara kelompok "ganti presiden" dan penentangnya sempat meletup meski tidak membesar. Keributan di antara kedua kelompok itu tak perlu terjadi jika polisi bertindak tegas. Demonstrasi boleh dilakukan asalkan tidak menggunakan kekerasan dan kata-kata yang memprovokasi kekerasan. Terhadap pelaku kedua tindakan, polisi hendaknya bersikap tegas.
Tudingan bawa demonstran #2019GantiPresiden mencuri start kampanye tentu berlebihan. Aturan pemilihan umum hanya melarang kampanye pada masa tenang, tapi tidak secara tegas melarang kampanye sebelumnya. Jika tudingan curi start ini diberlakukan, sejumlah aksi yang mendukung presiden dua periode juga tak bisa dibenarkan.
Dalam praktik demokrasi, pembatasan waktu kampanye sebetulnya tidak dikenal. Dengan maksud terus mensosialisasi program dan ide-ide, tiap kandidat dan partai politik dapat terus-menerus berkampanye-apa pun bentuknya. Pembatasan masa kampanye terjadi pada era Orde Baru. Tujuannya adalah mengerdilkan partai politik: sementara dua partai dilarang berkampanye, Golongan Karya diizinkan terus "mensosialisasi" program dan kegiatan.
Presiden Joko Widodo harus menjaga netralitas aparat, termasuk Badan Intelijen Negara dan polisi. Mereka tak boleh ikut bermain politik. Kesetiaan keduanya hendaknya diberikan kepada negara, bukan kepada pemerintah. Di sisi lain, pelarangan-pelarangan itu akan mencoreng wajah Jokowi sebagai calon inkumben dalam pemilihan presiden mendatang.