Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
DUGAAN adanya beking dalam kasus dugaan korupsi PT Timah Tbk mulai terang benderang. Munculnya nama Brigadir Jenderal Mukti Juharsa dalam persidangan kasus korupsi timah menjadi indikasi kuat keterlibatan penegak hukum dalam penyelewengan tersebut. Kejaksaan Agung seharusnya bisa langsung mengusut peran bekas Direktur Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Kepulauan Bangka Belitung tersebut.
Nama Mukti Juharsa muncul dalam sidang Harvey Moeis, terdakwa yang mewakili PT Refined Bangka Tin, perusahaan yang terafiliasi dengan pengusaha Robert Bonosusatya. Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, 22 Agustus 2024, saksi mengungkap bahwa Mukti menjadi administrator grup WhatsApp “New Smelter” yang beranggota pengusaha timah di Bangka Belitung. Di grup itu, Mukti mengumumkan upeti bijih timah kepada PT Timah sebesar 5 persen dari volume ekspor.
Empat hari kemudian, saksi lain menyatakan Mukti menjadi jembatan para pengusaha timah yang beroperasi di Bangka Belitung dengan Harvey. Bersama Kepala Kepolisian Daerah Kepulauan Bangka Belitung (almarhum) Brigadir Jenderal Syaiful Zachri, Mukti juga aktif mengumpulkan pengusaha timah di berbagai hotel dan mengancam mereka yang tak mau memberi “jatah preman”.
Mukti jelas menjadi aktor penting dalam penggarongan timah yang merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah tersebut. Alih-alih menjalankan tugas sebagai penegak hukum, ia menjadi kaki tangan dalam praktik korupsi. Mukti, kini Direktur Tindak Pidana Narkoba Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI, sangat mungkin melindungi pengusaha lain yang menikmati keuntungan dari aktivitas ilegal itu. Kongkalikong antara pebisnis dan penegak hukum ini kerap terjadi dalam penjarahan sumber daya alam.
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Peran Polisi di Korupsi Timah"