Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Muhammad Fatahillah Akbar
Dosen padaa Departemen Hukum Pidana pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Membahayakan hidup manusia demi keuntungan haruslah menjadi kejahatan universal," kata filsuf Suzy Kassem. Ungkapan itu menunjukkan bahwa mementingkan keuntungan dengan mengorbankan nyawa manusia harus dianggap sebagai kejahatan. Jika tidak hati-hati dalam menanggulangi wabah virus corona Covid-19, perbuatan pemerintah dapat menjurus pada hal yang demikian. Maka, pemerintah harus dengan sangat bijak menentukan sikap dalam menghadapi pandemi ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan, kekarantinaan kesehatan adalah upaya mencegah keluar atau masuknya penyakit ataupun faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat. Undang-undang itu menggariskan bahwa penetapan kedaruratan kesehatan masyarakat adalah kewenangan pemerintah pusat. Kewenangan ini dijalankan dengan melakukan berbagai upaya pengkajian guna menentukan tingkat kedaruratan.
Untuk menggali lebih jauh tanggung jawab pemerintah, kita dapat melihat aturan dalam Undang-Undang Kesehatan. Aturan itu menggariskan bahwa pemerintah pusat bersama pemerintah daerah harus menyelenggarakan bentuk pengendalian dan pencegahan penyakit menular. Pengendalian tersebut juga harus berbasis wilayah.
Selain itu, hak untuk memperoleh kesehatan merupakan hak yang dijunjung tinggi oleh Undang-Undang Kesehatan. Dalam hal ini, pemerintah pusat juga berkewajiban memberikan informasi tersebut. Namun, dalam menghadapi pandemi Covid-19, terdapat kejanggalan dalam berbagai informasi. Bahkan pengecekan kesehatan tidak dilakukan secara menyeluruh. Angka kasus positif Covid-19 seperti fenomena gunung es. Masyarakat hanya melihat sedikit sekali, tapi ada kemungkinan kasusnya telah sangat banyak. Apakah ada hal yang ditutupi atau secara lalai tidak dilakukan kajian secara mendalam?
Berdasarkan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, pemerintah wajib menyampaikan informasi publik kepada masyarakat, terutama informasi yang dapat menjauhkan masyarakat dari pandemi seperti situasi saat ini. Jika lalai, Pasal 52 undang-undang ini memberikan sanksi pidana kepada badan publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, atau tidak menerbitkan informasi publik yang wajib diumumkan serta-merta dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Dengan demikian, sudah selayaknya pemerintah memberikan kebijakan yang jelas dan tegas dalam situasi wabah corona ini.
Pada Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan, dalam situasi kedaruratan kesehatan terdapat beberapa mekanisme karantina. Level tertinggi adalah karantina wilayah dan pembatasan sosial berskala besar. Karantina wilayah sampai saat ini dikenal di media dengan istilah "lockdown" dan pembatasan sosial dengan "social distancing". Dalam situasi saat ini, presiden dan jajaran kabinet telah mengembuskan semangat bekerja dari rumah, yang menjadi ciri utama pembatasan sosial. Namun tidak ada keputusan pemerintah yang menyatakan bahwa Indonesia berada dalam kedaruratan kesehatan. Undang-undang menyebutkan bahwa karantina wilayah maupun pembatasan sosial harus ditetapkan oleh menteri.
Hingga saat ini pemerintah belum menggunakan Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan secara tegas. Akibatnya, banyak perusahaan swasta, badan usaha milik negara, dan institusi pemerintah masih tidak melakukan pembatasan sosial yang tegas. Hal ini tentu berdampak buruk pada penyebaran Covid-19.
Dengan pengaturan yang tegas, pembatasan sosial dapat lebih efektif karena memiliki ketentuan pidana. Pasal 93 Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan menggariskan bahwa orang yang tidak mematuhi atau menghalang-halangi penyelenggaraan kekarantinaan dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100 juta. Sanksi ini tergolong kecil. Di Spanyol, sanksinya hingga 25 euro atau hampir Rp 415 juta. Hal ini menjadi penting, mengingat pembatasan sosial ini memerlukan partisipasi positif dari masyarakat.
Namun, dari semua itu, kebijakan pemerintah yang tegas adalah kunci utama. Sampai saat ini, setiap orang memiliki pandangan dan pendekatan yang berbeda mengenai wabah ini. Jika kemudian penyebarannya semakin masif, pemerintah harus bertanggung jawab.
Pemerintah telah mengucurkan dana yang cukup besar dalam penanggulangan wabah ini. Harus diperhatikan bahwa dana tersebut harus dioptimalkan untuk penanggulangan wabah. Jika terdapat penyelewengan atau penyalahgunaan anggaran, hal itu dapat memenuhi syarat sebagai tindak pidana korupsi dengan ancaman pidana mati.
Karena itu, penting untuk pemerintah dan semua pihak yang terlibat bahwa pengelolaan keuangan bencana ini sangat penting. Siapa pun yang menimbun bahan pokok, misalnya beras, gula, dan alat kesehatan seperti masker, harus mendapat sanksi tegas. Undang-Undang Perdagangan dengan jelas memberikan ancaman pidana bagi yang menimbun bahan pokok atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu. Jika hal ini dilakukan dalam keadaan bencana, jelas dapat menjadi pertimbangan yang memberatkan bagi hakim dalam menjatuhkan putusan nantinya. Karena itu, penguatan penegakan hukum penting juga untuk memberikan asistensi dalam penanggulangan wabah Covid-19.