Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Lingkungan

Pakar IPB Setuju Lahan Gambut jadi Sawah dengan Syarat ...

Pemerintah sedang menggarap kembali potensi eks-Pengembangan Lahan Gambut (PLG) di Kalimantan Tengah yang bisa dijadikan sawah.

18 Oktober 2020 | 13.14 WIB

Lahan terbakar di dekat kebun buah Nanas milik petani di kecamatan Putih Cempaka, Rokan Hilir, Riau (28/6). Menurut petugas di lapangan api masih berpotensi untuk kembali menyala di lokasi yg telah padam karena angin dan lahan yang terbakar merupakan lahan Gambut.  TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo
material-symbols:fullscreenPerbesar
Lahan terbakar di dekat kebun buah Nanas milik petani di kecamatan Putih Cempaka, Rokan Hilir, Riau (28/6). Menurut petugas di lapangan api masih berpotensi untuk kembali menyala di lokasi yg telah padam karena angin dan lahan yang terbakar merupakan lahan Gambut. TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Profesor di Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University, Bambang Hero Saharjo, setuju program ketahanan dan kedaulatan pangan nasional dilakukan di lahan gambut. Tapi dia mensyaratkan program harus melibatkan para ahli, termasuk dari perguruan tinggi, agar tidak mengulangi kegagalan sebelumnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Ketergantungan kita terhadap lahan masih sangat tinggi. Bahkan lahan yang kita butuhkan itu sangat luas, bisa ratusan ribu hektare yang harus tersedia dalam satu lokasi,” katanya dikutip dari laman resmi IPB University, Minggu 18 Oktober 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bambang dan sejumlah pakar dari kampus itu bicara terkait Hari Pangan Sedunia yang jatuh pada 16 Oktober. Menurut Bambang, lahan dengan kandungan mineral tinggi yang dibutuhkan untuk mendukung program ketahanan dan kedaulatan pangan nasional.

Lahan gambut yang memenuhi persyaratan teknis dan administrasi, kata dia, bisa digunakan ketimbang merambah kawasan hutan primer. Tapi bukan berarti bisa langsung garap semua lahan gambut yang ada.

Selain syarat teknis dan administrasi, Hero menjelaskan, pemanfaatan lahan gambut sebagai area produksi pangan harus didahului studi terhadap kondisi lahan yang akan digunakan. Kondisi yang dimaksud antara lain, histori lahan, kualitas gambut, kedalaman gambut, dan kondisi terkini lahan gambut tersebut.

“Perlu dipastikan agar upaya mempertahankan ketinggian muka air benar-benar diperhatikan dengan mekanisme yang benar, seperti diatur dalam peraturan yang ada dan berdasarkan penelitian sebelumnya,” kata pria yang telah beberapa kali menjadi saksi ahli pemerintah dalam upaya menindak pelaku di balik kebakaran hutan itu.

Di samping itu, Hero mensyaratkan lahan gambut dibangun sekat kanal yang sesuai dengan kondisi lahan dan benar-benar diaplikasikan di lapangan dan termonitor. Hero juga menyarankan supaya area gambut dibangun sistem pengendalian kebakaran dengan mengedepankan upaya pencegahan.

Seperti diketahui, pemerintah sedang menggarap kembali potensi eks-Pengembangan Lahan Gambut (PLG) di Kalimantan Tengah yang bisa dijadikan sawah. Dari potensi sekitar 295,5 ribu hektare, sebanyak 165 ribu di antaranya sedang dimaksimalkan lebih dulu menjadi food estate atau lumbung pangan baru.

Tapi beberapa kendala menghadang. Pertama, irigasi tidak mengalir sehingga menyebabkan zat besi menumpuk di permukaan air yang tak baik bagi lahan. Kedua, karena air yang menggenang membuat pupuk tidak dapat menyentuh tanah dan membuat proses pemupukan padi tidak efektif.

Masalah ketiga yang dihadapi lahan gambut, karena daerah rawa dan tidak terawat dengan baik, airnya sering meluap dan membanjiri sawah.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus