Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Lingkungan

Peta Jalan Biodiesel B30 Belum Perhatikan Hulu

Indonesia sendiri sudah menerapkan biodiesel B30 di mana 70 persen solar harus dicampur dengan 30 persen biodiesel sejak Januari 2020.

15 Oktober 2020 | 06.05 WIB

Petugas mengisi bahan bakar B30 pada kendaraan saat peluncuran B30 di kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (13/6) Pemerintah melakukan uji coba penggunaan Bahan Bakar campuran Biodiesel 30% (B30) pada bahan bakar solar kendaraan bermesin diesel. Tempo/Tony Hartawan
Perbesar
Petugas mengisi bahan bakar B30 pada kendaraan saat peluncuran B30 di kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (13/6) Pemerintah melakukan uji coba penggunaan Bahan Bakar campuran Biodiesel 30% (B30) pada bahan bakar solar kendaraan bermesin diesel. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Manajer Riset Traction Energy Asia, Ricky Amukti, mengatakan program biodiesel yang tengah dijalankan pemerintah Indonesia memiliki potensi besar sebagai energi terbarukan. Tapi masih ada kendala yang perlu diselesaikan pemerintah untuk memaksimalkan program energi ramah lingkungan tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Indonesia sendiri sudah menerapkan biodiesel B30 di mana 70 persen solar harus dicampur dengan 30 persen biodiesel sejak Januari 2020. Ricky menyebutkan peta jalan yang dibuat pemerintah dalam penerapan biodiesel B30 itu masih belum memperhatikan keadaan di hulu, yaitu perkebunan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Belum ada peta jalan yang jelas dari hulu ke hilir, kalaupun ada hanya berfokus pada target (30 persen), bukan pada bagaimana cara mendapatkan target tersebut,” ujar Ricy dalam webinar bertajuk “Biodiesel Solusi Tepat Untuk Mandiri Energi Indonesia?”, pada Rabu, 14 Oktober 2020.

Penetapan target tahunan pemanfaatan biodiesel B30 yang menekankan situasi di hilir juga diakui oleh Sigit, perwakilan Direktorat Jenderal Energi Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Dia mengatakan target penetapan kewajiban minimal pemanfaatan biodiesel sebagai campuran bahan bakar minyak ditekankan pada kebutuhan solar per tahun.

“Hitungan kasarnya berdasarkan kebutuhan solar tahunan, ada proyeksi untuk konsumsi setahun kedepan, dari situ kita tentukan berapa solarnya dan 30 persen digantikan biodiesel, itulah targetnya, jadi kami menekankan di hilir,” kata Sigit.

Berdasarkan prediksi Ricky, program biodiesel B30 yang tidak memperhatikan perkebunan di hulu akan mengalami defisit sebesar 34 juta ton crued palm oil (CPO) di tahun 2025. Hal ini diakibatkan oleh meningkatnya konsumsi biodiesel yang tidak diimbangi oleh kemampuan produksi. Selain itu, penerapan B30 juga membutuhkan lahan peremajaan seluas 3.879.384 hektare. Ketika kebutuhan peremajaan lahan tersebut tidak terpenuhi, akan ada kemungkinan alih fungsi lahan.

“Jika dihitung menggunakan Life Cycle Assessment (LCA), biodiesel yang menyebabkan alih fungsi lahan akan jauh tidak ramah lingkungan dibandingkan energi solar ataupun fosil,” kata Ricky. LCA sendiri merupakan proses penghitungan emisi dari produk sejak diproduksi atau ditanam sampai di konsumsi.

Meskipun demikian, menurut Sigit, target biodiesel B30 sendiri masih bisa dicukupi dengan produksi yang sekarang berjalan. Sigit mencontohkan, dari 39 juta ton CPO yang diproduksi pada tahun 2019, hanya 10 juta ton yang digunakan untuk biodiesel. Selain itu, jumlah tersebut juga masih bisa ditambah mengingat beberapa negara menolak untuk mengimpor CPO dari Indonesia.

MUHAMMAD AMINULLAH | EZ

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus