Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Guru besar bidang biologi konservasi Universitas Indonesia (UI) Jatna Supriatna mengatakan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) harus dilakukan secara inklusif dengan memperhatikan keterlibatan masyarakat dan prioritas kepada lingkungan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kota ini begitu luas daerahnya, sangat perfect di mana kita bisa mengelola hutan dengan biodiversitas bagus, kota bisa bersih, semua bisa terkoneksi dan bisa dihuni," kata Jatna kepada Tempo, Sabtu, 30 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, konsep pembangunan kota dengan kawasan hutan luas sudah diterapkan di Indonesia, seperti di Tembagapura, Papua. Dia mengatakan gambaran IKN bakal seperti Tembagapura yang cantik di mana ada perpaduan antara kota dan hutan. "Tentunya IKN dalam konsep lebih luas secara area," ungkapnya.
Untuk di luar negeri, Jatna mencontohkan Canberra di Australia bisa jadi gambaran perpaduan antara kota dan kawasan hijau. Selama ini sebagian orang menganggap bahwa Canberra sepi, namun, menurutnya, konsep kota adalah 80 persen wilayah terbuka hijau.
Di Canberra, kata Jatna, satwa liar bisa berkeliaran dengan bebas di wilayah kota pada malam hari. "Gambaran IKN mungkin bisa seperti itu, tentunya dengan spesies lebih banyak," katanya.
Jatna menambahkan bahwa konsep bangunan IKN harus bisa berpadu dengan alam dan lingkungan sekitar. "Kalau mendengar dari arsitek dalam diskusi, mereka ingin kotanya tidak menonjol sebagai kota, bangunan harus dipenuhi dengan tanaman," ucap dia.
Jatna juga menyebutkan pentingnya pengaturan satwa untuk menghindari konflik dengan manusia. Menurut dia, satwa seperti beruk bisa di tempatkan di wilayah yang jauh dari pemukiman karena rawan terjadi konflik. "Kalau satwa liar seperti lutung merah, karena makanannya pucuk pohon, bisa dekat dari pemukiman karena tidak bakal turun ke pemukiman," katanya.