Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Newsletter

Unsur Babi di Jajanan Anak

BPJPH menemukan jajanan anak bersertifikat halal mengandung unsur babi. Berbeda metode uji laboratorium dengan LPPOM MUI.

14 Mei 2025 | 08.45 WIB

Unsur Babi di Jajanan Anak
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) mengeluarkan pernyataan yang mengagetkan pada 21 April 2025. Lewat kerja sama uji laboratorium dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), BPJPH menemukan sembilan jajanan anak berbentuk marshmallow dan gelatin mengandung babi atau biasa disebut porcine. Masalah terbesarnya: tujuh merek itu sudah mendapatkan ketetapan halal dari Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 2021-2024.

Ketetapan MUI ini yang menjadi dasar BPJPH memberikan sertifikat halal kepada tujuh camilan anak itu. Ketetapan dari Komisi Fatwa merujuk hasil laboratorium terhadap ketujuh makanan yang dilakukan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetik (LPPOM) MUI yang tak menemukan kandungan babi. Lembaga ini merupakan Lembaga Pemeriksa Halal yang mendapat izin resmi dari BPJPH. Lantas, kenapa hasil penelitiannya berbeda?

Baca Juga: Alasan MUI Tak Mencabut Sertifikat Halal Makanan Anak Mengandung Babi

Untuk menjawab pertanyaan itu, Tempo mewawancarai empat pihak yaitu Komisi Fatwa MUI, LPPOM MUI, BPJPH, dan BPOM. LPPOM bertahan dengan temuan sebelumnya bahwa tak ada porcine di makanan itu. Sementara, BPOM dan BPJPH mengklaim laboratorium mereka sudah modern dan tercanggih. Benarkah ketiga lembaga menggunakan metode laboratorium berbeda?

BPJPH tak mau melaporkan ke polisi. Padahal, Pasal 56 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal mengancam produsen yang tak menjaga kehalalan makanannya dengan hukuman paling lama 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp 2 miliar. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga menegaskan Pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang yang tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal sebagaimana pernyataan yang dicantumkan di label. Ancaman hukumannya juga limat tahun.

Silang pendapat hasil uji ini hanya berujung penarikan produk di pasaran. BPJPH mengaggap produsen kooperatif. Sementara itu, Komisi Fatwa MUI tak mau buru-buru mencabut ketetapan halal ketujuh produk itu. Mereka masih meyakini hasil uji laboratorium LPPOM MUI. Apalagi, menurut Undang-Undang Cipta Kerja, sertifikat halal berlaku sepanjang masa. Jika dicabut, akan sulit dikembalikan lagi. 

Pekan ini rubrik Hukum dan Kriminal Tempo juga menurunkan artikel soal pidana perintangan penyidikan terhadap Direktur Pemberitaan JakTV dan dua pengacara. Jaksa menuduh Direktur JakTV dan dua pengacara berkomplot membuat narasi buruk soal kasus yang ditangani Kejaksaan Agung. Di sisi lain, Dewan Pers dan lembaga sipil lain menganggap perbuatan itu masuk kategori pelanggaran etik, bukan pidana. Simak kedua liputan itu di Mingguan Tempo pekan ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mustafa Silalahi

Alumni Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara ini bergabung dengan Tempo sejak akhir 2005. Banyak menulis isu kriminal dan hukum, serta terlibat dalam sejumlah proyek investigasi. Meraih penghargaan Liputan Investigasi Adiwarta 2012, Adinegoro 2013, serta Liputan Investigasi Anti-Korupsi Jurnalistik Award 2016 dan 2017.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus