Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font color=brown><B>Daftar hitam KPU Pusat</B></font><BR>Daftar Hitam Sang Penyelenggara

Sejumlah penyelenggara pemilihan kepala daerah masuk daftar hitam KPU Pusat. Ada yang belum cukup umur.

17 Desember 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BANYAK gumam di ruang pertemuan gedung Jakarta Media Center, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin siang pekan lalu. Isu diskusi saat itu memang terbilang hot: mengurai konflik pemilihan Gubernur Maluku Utara. Sejumlah peserta seperti berlomba melempar pertanyaan ”keras”.

Sasaran pertanyaan adalah I Gusti Putu Artha, anggota Komisi Pemilihan Umum Pusat, salah satu pembicara. Toh, forum berakhir teduh. ”Saya berpelukan dengan Putu Artha,” kata Muhammad Rahmi Husen, Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah Maluku Utara, kepada Tempo.

Kisruh pemilihan Gubernur Maluku Utara cuma satu dari sejumlah riak pemilihan kepala daerah di negeri ini. Menurut data KPU Pusat, sekitar 47 KPUD provinsi dan kabupaten/kota yang masuk ”daftar hitam”. Jumlah ini masih mungkin bertambah dari total 485 KPUD kabupaten/kota dan 33 KPUD provinsi.

Menurut Putu Artha, ada banyak sebab-musabab yang bisa membuat KPUD masuk ”daftar hitam”. Misalnya menabrak aturan main, terindikasi main duit, tidak kompak, atau malas bekerja. Data ini, menurut dia, diperoleh KPU Pusat berdasarkan pemantauan dan laporan masyarakat.

”Rencananya, kami akan mengumumkan daftar ini pada akhir tahun nanti,” kata Putu Artha kepada Tempo. Akan halnya siapa saja nama yang terjaring, Putu Artha enggan memerinci. ”Nanti diumumkannya juga tanpa nama.”

Menurut penelusuran Tempo, KPU Daerah Maluku Utara termasuk yang ada di daftar ini. Tercantum juga KPU Daerah Kota Batu, Jawa Timur, KPU Daerah Lampung Barat, dan KPU Daerah Buleleng, Bali—antara lain.

Mengenai daftar ini, Rahmi Husen mengaku baru sebatas mendengar. ”Saya hargai itu sebagai bentuk pengawasan,” katanya. Cuma, ia merasa tak pernah dimintai klarifikasi sehingga layak masuk ”nominasi”. Sumber Tempo di KPU Pusat mengatakan, salah satu kesalahan fatalnya adalah melakukan rapat pleno secara sepihak pada saat penetapan pemenang.

Mengenai hal ini, lelaki yang akrab dipanggil Junaidi itu justru bertanya-tanya. ”Utusan KPU Pusat waktu itu kan tidak ikut rapat?” katanya. ”Di mana dia?” Menurut dia, KPU Pusat cenderung gegabah membuat keputusan. ”Daftar ini malah bisa menimbulkan ketakutan teman-teman KPU daerah.”

Tentang KPUD Kota Batu, laporan yang sampai ke KPU Pusat lumayan seram. Salah satu anggota KPUD Kota Batu diduga terlibat suap. ”Ada rekamannya,” kata seorang pejabat KPU Pusat. Ketua KPUD Kota Batu, Mahfud, membenarkan adanya laporan itu. ”Tapi kasus ini hanya akal-akalan,” katanya.

Pembicaraan itu melibatkan Istamu, Ketua Kelompok Kerja Pencalonan KPUD Batu, dengan seseorang bernama Budiono, untuk meloloskan pencalonan seseorang. Jumlah uang yang disebut-sebut mencapai Rp 500 juta.

Tempo tak berhasil mewawancarai Istamu. Salah satu anggota keluarganya mengatakan, Istamu sedang ke luar kota. Telepon selulernya juga bungkam.

Di Lampung Barat, lain lagi kasusnya. Salah satu bakal calon, Heru Sambodo, belum memenuhi batas umur 30 tahun seperti diatur dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah. ”Dia diloloskan karena anak petinggi partai,” kata sumber Tempo di KPU.

Ketika dihubungi lewat telepon, Ketua KPUD Lampung Barat, Mirzalie, hanya berseru, ”Halo, halo.…” Setelah itu, telepon genggamnya gagu. Adapun Ali Rukman, anggota KPUD, enggan menanggapi. ”Maaf, itu keputusan lembaga,” katanya ringkas.

Untuk Buleleng, ada kasus lolosnya Ray Yusha, salah satu calon bupati, dalam proses pencalonan. Padahal ijazah sekolah dasarnya diduga palsu. Ketua KPUD Buleleng, Wayan Rideng, mengatakan ini terjadi karena proses pengecekan dokumen ke Dinas Pendidikan Bali tidak dilakukan. ”Waktunya mepet, sih,” katanya.

Budi Riza, Bibin Bintariadi, Imron Rosyid,Nurochman Arrazie, Rofiqi Hasan, Made Mustika

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus