Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font face=verdana size=1>Pilkada Sulawesi Selatan</font><br />Terbelah Sayang dan Asmara

Sengketa pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan membelah aparat birokrasi. Pelayanan publik sempat lumpuh.

21 Januari 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Belum sepekan menjadi penjabat sementara Gubernur Sulawesi Selatan, Tanribali Lamo harus memisahkan dua kelompok yang berseteru: Sayang dan Asmara. Saat rapat konsolidasi para pejabat eselon provinsi itu, Kamis pekan lalu, ia mengarahkan telunjuknya ke dua pejabat.

Pertama-tama, ia mengacungkan telunjuk kepada Annas G.S., Kepala Biro Humas dan Protokol. Sejenak kemudian, telunjuk pensiunan jenderal bintang dua itu berpindah ke arah Tau Toto Tanaranggina, Kepala Bidang Masalah Strategi Daerah Badan Kesatuan Bangsa. Ia lalu meminta kedua pejabat itu berdiri.

Sejenak kemudian Tanribali berkata: ”Pegawai negeri harus netral, berhentilah berpihak. Berhentilah ber-Asmara dan ber-Sayang-sayang.” Asmara adalah akronim Amin Syam-Mansyur Ramli. Adapun Sayang merupakan kependekan dari Syahrul Yasin Limpo-Agus Arifin Nu’mang. Kedua pasangan bersaing pada pemilihan gubernur, 5 November 2007.

Annas dikenal sebagai pendukung Amin Syam, Gubernur Sulawesi Selatan 2002-2007. Tau Toto merupakan penyokong Syahrul Yasin Limpo, wakil gubernur periode yang sama. Tanribali mengancam akan memecat Annas dan Tau Toto, dan semua birokrat di Sulawesi Selatan jika tetap tak mau netral.

Setelah pemungutan suara 5 November 2007, Komisi Pemilihan Umum Daerah Sulawesi Selatan menetapkan Syahrul Yasin dan Agus Arifin sebagai pemenang. Atas gugatan tim Amin Syam, Mahkamah Agung membatalkan keputusan itu. Alasannya, ada bukti kecurangan di Gowa, Bantaeng, Bone, dan Tana Toraja.

Mahkamah meminta pemilihan di empat kabupaten itu diulang. Sementara itu, masa dinas gubernur 2002-2007 habis dua pekan lalu. Karenanya, Menteri Dalam Negeri Mardiyanto menunjuk Tanribali sebagai penjabat sementara gubernur di provinsi itu.

Tanribali marah kepada pegawai pemerintah Sulawesi Selatan yang berpihak. Birokrasi yang lima tahun lalu bersatu di bawah Amin Syam dan Syahrul Yasin kini berantakan. Perpecahan sudah terjadi dalam dua tahun terakhir.

Setelah Syahrul memproklamasikan diri maju menjadi calon gubernur, ia tak lagi bertegur sapa dengan Amin. Mereka tidak datang bareng di acara yang sama. Syahrul datang ke suatu acara jika Amin sudah pergi. Begitu pula sebaliknya. Tak jarang, keduanya saling menyindir di atas podium.

Memang, belum terjadi gejolak sosial, tapi sehari sebelum Tanribali dilantik di Jakarta, Jumat dua pekan lalu, Sulawesi Selatan sempat panas. Demonstrasi besar-besaran dilakukan pegawai negeri pendukung Syahrul di sejumlah kota dan kabupaten. Unjuk rasa pegawai negeri pro-Syahrul kerap terjadi di Sulawesi Selatan sejak Mahkamah Agung memutuskan pemungutan suara ulang di empat kabupaten.

Semangat mereka kian berkobar setelah pemerintah pusat menunjuk Tanribali selaku penjabat Gubernur Sulawesi Selatan. Agenda demonstrasi pun bertambah, menolak hadirnya penjabat gubernur. Jumat dua pekan lalu itu, halaman kantor Gubernur Sulawesi Selatan di Jalan Urip Sumoharjo, Makassar, menjadi lautan pegawai negeri. Bak aktivis mahasiswa, mereka yang berasal dari berbagai biro, badan, dan kedinasan itu secara bergantian berorasi.

Saat mereka unjuk rasa, urusan administrasi dan pelayanan masyarakat di semua instansi pemerintah provinsi lumpuh. Semua ruangan di kantor pemerintah Sulawesi Selatan sunyi sepi. Provinsi itu kini memiliki 17 dinas. Demonstrasi pegawai negeri melibatkan ratusan guru dan tenaga kesehatan. Pendukung Syahrul ini membentuk kelompok bernama Solidaritas Pegawai Negeri Sipil Pembela Kebenaran dan Keadilan.

Barisan inilah yang mengarsiteki demonstrasi pegawai negeri sipil di Makassar, Gowa, Maros, Takalar, Pangkep, dan Tana Toraja. Inilah wilayah-wilayah basis pendukung Sayang. Kelompok pegawai negeri ini beranggotakan sejumlah pejabat penting eselon II dan III pemerintah provinsi. Menurut Agus Sumantri, Kepala Sub-Bagian Informasi dan Komunikasi, koordinator pegawai negeri pendukung Syahrul, demonstrasi itu untuk menyokong pemimpin yang berkomitmen mensejahterakan masyarakat. ”Termasuk kesejahteraan pegawai negeri,” kata Agus.

Syahrul, Kamis pekan lalu, menjumpai para pendukungnya di Makassar. Ia mewanti-wanti para pendukungnya untuk tidak anarkistis. Kini, Syahrul berusaha menurunkan suhu politik dan menahan diri untuk berkomentar. Janji wawancara dengan Tempo ia batalkan.

Melalui Agus Sumantri, Syahrul mengatakan, persoalan ini telah masuk wilayah hukum. Ia mengajukan peninjauan kembali ke MA. ”Tunggu keputusan hukumnya dulu,” kata Agus. Sebelumnya, saat menjumpai pendukung di rumah dinas gubernur Sulawesi Selatan, Sabtu dua pekan lalu, Syahrul berseru, ”Insya Allah, Syahrul dan Agus akan dilantik jadi Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel.”

Di kubu Amin, dukungan dari bawahannya tidak kalah kuat. Sumber Tempo yang dekat Jusuf Kalla mengkalkulasi, dari 17 kepala dinas di Sulawesi Selatan, 13 di antaranya adalah orang Bone, daerah asal Amin Syam. Mereka semua pendukung Amin. Sosok paling kuat di barisan ini adalah Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Andi Muallim. Amin pun mengakui, orang-orang loyal inilah yang punya andil menjaga stabilitas Sulawesi Selatan.

Istri Amin Syam, Apiyati yang asisten Wali Kota Makassar, juga berperan besar pada birokrasi dan pemerintahan. Menurut sumber Tempo, Apiyati banyak campur tangan dalam urusan kursi kekuasaan suami, misalnya mutasi pejabat dan tender. Menurut Amin, istrinya sebatas memberi masukan normatif. ”Dia PNS dan pejabat birokrasi. Kalau ada yang kurang baik, sebagai istri, pasti dia beri tahu,” kata Amin. Apiyati pun mengaku sejak awal berkomitmen mendukung suaminya. ”Istri itu ibarat pagar suami,” ujarnya.

Tanribali melihat konflik antara Amin versus Syahrul sebagai persoalan budaya. Ada siri, budaya mempertahankan harga diri yang diyakini orang Sulawesi Selatan. Walau begitu, Tanribali tak menyerah untuk segera mempertemukan Amin dan Syahrul.

Sunudyantoro dan Irmawati (Makassar)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus