Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Akar Konflik Tolikara Adalah Diskriminasi dan Ketidakadilan  

Setara Institute berpendapat, telah terjadi diskriminasi

dan ketidakadilan di Tolikara, Papua. Dua hal ini yang

dianggap menjadi akar masalah.

27 Juli 2015 | 12.28 WIB

Perenus Wanimbo, 28 tahun, salah satu dari 11 orang korban tertembak rusuh Tolikara pada Jumat, 17 Juli 2015 lalu. Perenus yang menderita tertembak di bagian betis kanan, kini sedang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Dok 2 Kota Jayapura, Papua. Tempo/Cun
Perbesar
Perenus Wanimbo, 28 tahun, salah satu dari 11 orang korban tertembak rusuh Tolikara pada Jumat, 17 Juli 2015 lalu. Perenus yang menderita tertembak di bagian betis kanan, kini sedang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Dok 2 Kota Jayapura, Papua. Tempo/Cun

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Setara Institute Hendardi mengatakan akar penyerangan di Tolikara adalah ketidakadilan dan diskriminasi berkelanjutan. Apalagi hampir semua temuan dan pernyataan orang Papua menyangkal penyerangan tersebut. "Artinya, ada kekuatan lain yang menghendaki kekerasan itu terjadi," ucap Hendardi dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 25 Juli 2015. 

Salah satu langkah jangka pendek yang harus dilakukan, menurut dia, adalah mengungkap motivasi penembakan terhadap 12 warga Papua. "Dan menghukum aparat yang menggunakan senjata secara tidak bertanggung jawab."

Menurut dia, pernyataan Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti yang mengatakan penembakan dilakukan untuk melindungi hak beribadah umat Islam tak beralasan. Sebab, hal itu nyatanya tak pernah mereka lakukan di tempat serupa, apalagi dengan senjata.

Dia mencontohkan sikap polisi yang hanya terdiam saat jemaat GKI Yasmin gagal beribadah. "Juga saat jemaat Ahmadiyah Cikeusik dibantai. Dan banyak lagi kelalaian polisi dalam kasus pelanggaran kebebasan beragama."‎

Adapun dalam jangka panjang, dia meminta Presiden Joko Widodo memprakarsai penyusunan desain kebijakan penghapusan diskriminasi dan kekerasan di Papua. Jokowi juga harus mengadili pelaku pelanggaran hak asasi manusia di Papua.

Bentrokan berdarah terjadi Jumat pekan lalu di Karubaga, salah satu distrik di Kabupaten Tolikara, Papua, tepat saat perayaan Idul Fitri. Protes dari ratusan anggota jemaat Gereja Injili di Indonesia (GIDI) terhadap penyelenggaraan salat id di lapangan Markas Komando Rayon Militer 1702-11 berakhir ricuh.

Massa mengamuk setelah polisi melepaskan tembakan. Mereka lalu membakar kios, yang kemudian merembet hingga menghanguskan puluhan rumah toko dan sebuah musala di sekitar lapangan. Akibat kerusuhan ini, satu orang tewas dan belasan lain luka-luka terkena peluru.

FAIZ NASHRILLAH

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Febriyan

Febriyan

Lulus dari Departemen Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada pada 2009 dan menjadi jurnalis Tempo sejak 2010. Pernah menangani berbagai isu mulai dari politik hingga olah raga. Saat ini menangani isu hukum dan kriminalitas

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus