Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setiap Rabu di Jalan Prambanan 6, Jakarta, ada kuliah sore. Mulai pukul 16.00. Kalau Guru Besar baru bangun tidur siang, kuliah ditunda sampai pukul 17.00. Ruang kuliah di teras depan. Tidak ada papan tulis, tidak ada mimbar. Yang ada hanya beberapa kursi, satu meja, seorang Guru Besar, Asrul Sani, dan muridnya seorang, saya. Kuliah biasanya dipancing dengan analisis politik yang sengaja direkayasa untuk membuat Guru Besar marah. Biasanya pula, Asrul menanggapinya dengan nada datar: "Itu biasa, memang begitu! Coba saja...."
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo