Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengatakan belum menentukan apakah akan menjadi oposisi bila pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menjadi presiden dan wakil presiden terpilih.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pihaknya mengaku PDIP punya pengalaman 10 tahun menjadi oposisi di era pemerintahan Presiden RI Ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“PDI Perjuangan pengalaman (sebagai oposisi pada) 2004 dan 2009, posisi saat itu berada di luar pemerintah,” kata Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto di Gedung High End, Jakarta Pusat, pada Kamis, 15 Februari 2024.
Apa itu oposisi?
Oposisi adalah kubu di luar pemerintahan. Dinukil dari publikasi Oposisi dalam Kehidupan Demokrasi: Arti Penting Keberadaan Oposisi Sebagai Bagian Penguatan Demokrasi di Indonesia, adanya oposisi memiliki hubungan dengan kedaulatan rakyat. Hal ini lantaran tak ada jaminan kedaulatan rakyat seutuhnya ditampung oleh penguasa.
A Robert Dahl dalam Regimes and Oppositions (1974) menjelaskan bahwa keberadaan oposisi di dalam suatu pemerintahan sangat dipengaruhi oleh rezim politik yang menaunginya. Oposisi biasanya diperankan oleh kekuatan-kekuatan politik di luar parlemen. Tetapi ada pula oposisi yang terlibat dalam parlemen.
Sedangkan Allen Potter dalam Great Britain: Opposition with a Capital “O” (1968) membedakan kriteria oposisi tersebut dengan cara unik. Allen menandai oposisi di parlemen sebagai Oppositions with capital ”O” dan oposisi di luar parlemen sebagai oppositions with little ”o”. Artinya, oposisi di parlemen menggunakan O. Sedangkan oposisi di luar parlemen menggunakan o.
Berdasarkan definitif, Allen menjelaskan bahwa oposisi di parlemen dijalankan oleh partai politik yang tidak memenangkan pemilu, tetapi tidak ingin berkoalisi membentuk pemerintahan. Sementara oposisi di luar parlemen dijalankan oleh kekuatan-kekuatan civil society. Tugas oposisi ini layaknya anjing pengawas yang memantau kebijakan koalisi.
Dinukil dari The Netherlands: Opposistion in a Segmented Society (1968), Hans Daalder, dalam konteks pentingnya partai oposisi di parlemen, menyatakan di berbagai negara demokrasi masyarakat mampu menjadi pengontrol. Tetapi, kekuatan oposisi di parlemen yang powerful dapat menjaga pertanggungjawaban koalisi dan menjamin suatu sistem agar tetap terbuka.
Tuswoyo dalam disertasinya Oposisi Dalam Sistem Presidensial: Sepenggal Pengalaman PDI Perjuangan (PDIP) di Era Pemerintahan SBY-JK (2012) mengungkapkan partai oposisi tidak bersifat tetap, tetapi dapat saling berganti bergantung pada ada tidaknya dukungan rakyat. Ketika dukungan rakyat dapat memungkinkan partai politik membentuk pemerintahan, partai tersebut akan bertindak sebagai pemegang kekuasaan.
“Akan tetapi, ketika dukungan rakyat tidak terpenuhi, padahal partai tersebut tidak hendak bergabung dengan pemerintahan koalisi, partai tersebut akan berperan menjadi oposisi,” jelas Tuswoyo.
Dalam persoalan strategis, partai oposisi harus memiliki justifikasi ideologi yang berbeda dengan orientasi ideologi pemerintah. Justifikasi ideologi akan memudahkan partai oposisi untuk melakukan koreksi terhadap kebijakan penguasa. Sebab, dengan adanya perbedaan ideologi, partai oposisi dapat melihat kebijakan pemerintah dalam sudut padang yang berbeda secara ideologis.
Masalah persamaan ideologis partai oposisi dengan petahana ini pernah dialami PDIP saat awal-awal menyatakan sebagai oposisi dalam pemerintahan SBY. PDIP yang dipegang Megawati Soekarnoputri selaku ketua umum partai menerapkan orientasi liberal dalam menjalankan pemerintahan. Orientasi serupa juga dianut SBY-JK.
Orientasi liberal yang diterapkan PDIP sebelumnya itu memperkuat anggapan bahwa antara pemerintah dan partai oposisi tak memiliki perbedaan orientasi ideologi. PDIP pun dianggap tidak layak menjadi partai oposisi karena tidak memiliki justifikasi ideologi yang dapat dijadikan pembeda. Sehingga PDIP tak punya sarana untuk mempersoalkan kebijakan pemerintah dalam perspektif ideologi.
Untuk menyanggah tudingan itu, maka disusunlah Format Oposisi PDIP. Salah satunya berkaitan dengan justifikasi ideologi yang dapat dibedakan dengan ideologi pemerintah. Isi Format Oposisi PDIP memberikan penekanan pada kepentingan “wong cilik” sekaligus menjelaskan sikap politik PDIP yang tak lagi liberal. Sebagaimana diamanatkan Kongres Kedua PDIP di Bali pada 2005, PDIP lalu mendeklarasikan orientasi ideologinya menjadi ekonomi nasionalistis.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | ADIL AL HASAN | BAGUS PRIBADI | MUHAMMAD SYAIFULLOH