Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

BNPP: Penyelesaian Batas Indonesia-Malaysia Capai Kemajuan  

Pemerintah Indonesia dan Malaysia telah berunding delapan kali untuk menyelesaikan sengketa perbatasan di Kalimantan.

3 Agustus 2016 | 11.34 WIB

Warga melintasi wilayah perbatasan RI - Malaysia menuju wilayah Indonesia di Jagoi Babang , Bengkayang, Kalimantan Barat, 29 Januari 2016. Di wilayah perbatasan ini, tidak terdapat penjagaan ketat atau pun palang yang menjadi pintu masuk atau keluar. TEMP
Perbesar
Warga melintasi wilayah perbatasan RI - Malaysia menuju wilayah Indonesia di Jagoi Babang , Bengkayang, Kalimantan Barat, 29 Januari 2016. Di wilayah perbatasan ini, tidak terdapat penjagaan ketat atau pun palang yang menjadi pintu masuk atau keluar. TEMP

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Malinau - Kepala Bidang Perencanaan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Makmur Marbun mengatakan sudah ada komitmen penyelesaian sengketa lahan di wilayah Lumbis Ogong, Nunukan, Kalimantan Utara. “Sudah ada kemajuan, sudah ada cara menyelesaikan,” ujarnya di Malinau, Kalimantan Utara, Rabu, 3 Agustus 2016.

Marbun mengatakan pemerintah Indonesia dan Malaysia telah berunding delapan kali untuk menyelesaikan sengketa lahan tersebut. Perundingan kembali akan dilakukan kedua pihak mulai 29 Agustus hingga September 2016. Kemajuan yang sudah didapat adalah kedua negara sepakat dan komitmen akan menyelesaikan sengketa ini secara bersama-sama.

Menurut Marbun, salah satu kendala yang dialami adalah luasnya lahan perbatasan. Ia mengatakan tim yang sudah diterjunkan pun bisa sampai satu bulan untuk menyisir mencari muara sungai di Sinapad, salah satu lokasi yang menjadi sengketa.

Dewan Perwakilan Rakyat pun telah membentuk tim pengawas kebijakan di perbatasan. Marbun berharap persoalan di perbatasan segera diatasi. “Kami ajak Malaysia bersama-sama agar pembangunan di perbatasan bisa terwujud,” katanya.

Ketua Pemuda Penjaga Perbatasan Indonesia dengan Malaysia Paulus Murang mengklaim ada lahan seluas 154 ribu hektare di Kalimantan yang terancam diambil alih Malaysia. Ia menyebutkan ada 28 desa di kawasan Nunukan yang bisa berpotensi pisah dengan Indonesia apabila pemerintah tidak serius menanggapi. Salah satu wilayah yang masih menjadi sengketa adalah Simantipal dan Sinapad.

Paulus mengatakan mengacu pada perjanjian Inggris dengan Belanda, wilayah Simantipal dan Sinapad telah diserahkan Belanda kepada Inggris. Namun, ia menyebutkan secara de facto, wilayah tersebut belum menjadi milik kedua negara. Keuntungannya adalah ada kelurahan di sana yang menggunakan nama Indonesia. “Kemenangan kita sebenarnya, tapi masyarakat di sana sudah biasa dengan ringgit,” katanya.

Paulus menambahkan, bahwa warga Simantipal juga memiliki kemudahan akses untuk ke Malaysia. Ia mendesak pemerintah melibatkan masyarakat untuk menyelesaikan sengketa lahan itu. Misalnya pengelolaan wilayah tersebut diserahkan kepada masyarakat Indonesia di perbatasan. Lalu bisa dengan membangun perumahan, tindak lanjut pembangunan jalan, hingga pembukaan perkebunan agar bisa dikelola masyarakat.

DANANG FIRMANTO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Clara Maria Tjandra Dewi

Clara Maria Tjandra Dewi

Lulus dari Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran pada 1996. Bergabung dengan Tempo pada 2001. Kini menulis untuk desk hukum dan kriminal yang mencakup isu hukum, kriminal dan perilaku.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus