Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Bom yang Menjerat Pemuda Ambon

Para tersangka kasus bom yang ditemukan di Hotel Mega, Jakarta, menyebut nama Fuad Bawazier. Sejauh mana keterlibatannya?

25 November 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERSIS di panggung sandiwara, dalam kehidupan pun orang sering bertukar peran. Ingin contoh? Kisman Latumakulita, bekas wartawan Harian Neraca, baru saja mengalaminya. Dulu lelaki berusia 35 tahun ini biasa mengorek keterangan dari orang lain, tapi kini ia harus tabah melayani berondongan pertanyaan wartawan. Ini gara-gara ia dituduh memiliki 8 buah bom rakitan yang ditemukan di Hotel Mega, Jakarta Pusat, baru-baru ini. Ketika ditemui TEMPO di tahanan Kepolisian Daerah Metro Jaya, Kamis pekan lalu, Kisman tampak santai saja menghadapi tudingan itu. "Dari saat ditangkap sampai saat diwawancarai ini, saya tak pernah tahu bentuk bom itu," ujar lelaki yang bercambang tipis itu. Kisman ditangkap petugas Kepolisian Resor Jakarta Pusat pada 10 November lalu. Saat itu, sekitar pukul 06.00 WIB, ia sedang berada dalam mobil Daihatsu Taruna yang diparkir di halaman Hotel Mega. Pemuda kelahiran Ambon ini langsung diciduk karena sebelumnya petugas telah mendapat informasi dari petugas hotel itu. Ketika digeledah, di kamar Kisman memang tersimpan 8 bom rakitan. Dalam pemeriksaan polisi, Kisman mengaku tidak membawa sendiri bom itu. Dia menyuruh temannya bernama Yupiter Adventus Poeang agar memindahkan bom itu dari sebuah flat di kawasan Pulomas, Jakarta Timur, untuk disimpan di hotel. Bom itu perlu dipindahkan karena situasi di sekitar rumah susun tersebut tidak aman. Ada tanda-tanda polisi mau menggeledahnya setelah terjadi perkelahian. Kata Kisman, keributan itu terjadi antara teman-teman dari Ambon dan para tetangganya. Lalu ada seorang teman Kisman yang mengeluarkan pedang. "Pedang itulah yang membuat polisi menggeledah tempat kami," ujarnya kepada TEMPO. Yupiter, yang juga sudah ditahan polisi, mengakui hal itu. Katanya, dua hari sebelum ditangkap, Kisman meneleponnya meminta dia mengantarkan sebuah bungkusan ke Hotel Mega. "Saya diberi tahu Kisman, bungkusan itu isinya bom," kata Yupiter di depan polisi. Setelah menyimpan bungkusan berbahaya itu di kamar yang dipesan Kisman, pemuda berusia 25 tahun tersebut menitipkan kunci kamar itu pada resepsionis. Saat itu, Kisman sedang pergi ke Taman Ria Senayan. Dari mana asal bom itu? Adalah tersangka lain bernama Randi Abari Lapadanga, adik ipar Kisman, yang membelinya. Kepada polisi, Randi mengaku membeli bom itu dari Bobby di terminal bus Cikampek. Sehari-hari Bobby tinggal di tanah kosong milik perusahaan mobil Timor di daerah Cikampek. Menurut sumber TEMPO, Randi melakukan transaksi ini sekitar 6 bulan lalu. Dalam pemeriksaan polisi, Randi mengakui bom itu akan dipakainya untuk melindungi keluarga Fuad Bawazier, mantan Menteri Keuangan. Soalnya, ada upaya dari lawan-lawan politik Fuad yang berniat menyerang rumahnya yang berada di Jalan Banyumas 12, Menteng, Jakarta. Saat itu, para pendukung Presiden Abdurrahman Wahid sedang gencar-gencarnya melakukan aksi. Dan hal ini juga diakui oleh Kisman. "Ketika itu, Fuad yang menjadi seteru politik Presiden merasa terancam," katanya. Huru-hara politik menjelang jatuhnya Presiden Abdurrahman memang terjadi. Bahkan ribuan pasukan berani mati pendukung Abdurrahman sempat datang ke Jakarta. Tapi rumah Fuad ternyata aman-aman saja. Bom berbahan amoniak yang tak pernah diledakkan itu lalu disimpan di Pulomas. Hanya, dalam pemeriksaan terakhir, me-nurut sumber TEMPO di kepolisian, Kisman mulai menyangkal beberapa jawabannya sendiri. Ketika diperiksa pertama kali, ia mengaku mendapatkan bom itu dari Randi. Tapi belakangan ia mencabutnya serta mengaku tak pernah melihat dan hanya mendengar soal bom itu. Dan ketika diwawancarai TEMPO, Kisman bersikukuh pada sikapnya yang terakhir ini. Tapi, soal Fuad Bawazier, pengakuan Randi dan Kisman di depan polisi sama: anggota MPR dari Fraksi Reformasi itu tak tahu bahwa mereka memiliki sejumlah bom. Mereka juga mengaku tak punya rencana menggunakan bom itu untuk aksi teror, apalagi meledakkan tempat ibadah. "Itu tak mungkin. Saya amat menghormati tempat ibadah," kata Kisman. Untuk mengamankan rumah Fuad, dalam pemeriksaan polisi, Kisman mengaku diberi Rp 50 juta. Duit ini dipakai untuk mencari sekitar 30 pemuda Ambon yang ditugasi menjaga rumah Fuad. Menurut Kisman, Randilah yang diberi tugas mengumpulkan para pemuda itu. Kepada TEMPO, Fuad sendiri mengakui memakai sejumlah pemuda untuk mengawal dirinya. Hanya, ia mengatakan tak pernah mengeluarkan duit untuk membeli bom (lihat Fuad Bawazier: "Saya Tak Pernah Menyuruh Membuat Bom"). Sampai pekan lalu, polisi belum punya rencana memeriksa Fuad. Prosedurnya, sebagai anggota MPR, ia baru bisa diperiksa polisi bila ada izin dari presiden. Tapi, menurut Kepala Dinas Penerangan Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Anton Bachrul Alam, kini belum ada pengajuan izin ke presiden. Kisman sendiri berharap polisi memanggil Fuad Bawazier. "Siapa tahu keterangannya bisa meringankan saya," ujarnya. I G.G. Maha Adi, Arif Kuswardono, Edy Budiyarso

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus