Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Istilah bullying identik dengan perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang seseorang atau sekelompok orang yang memiliki kekuasaan, terhadap orang lain yang lebih lemah. Sebagai manusia yang memiliki perasaan, bullying verbal bisa menimbulkan rasa sakit hati dan memungkinkan terjadinya beban mental hingga depresi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Perundungan secara verbal juga dapat dikatakan sebagai awalan untuk menuju proses intimidasi ke tingkat selanjutnya. Biasanya pelaku perundungan mengintimidasi korban dengan memberi nama julukan buruk, meneriakan celaan, membicarakannya di belakang bahkan melakukan peneroran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Di Indonesia sendiri sudah ada upaya perlindungan anak yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak).
Baca: Sara Fajira Pernah Alami Bullying Verbal Efeknya Sampai Dewasa
Menurut pasal 1 ayat 15a, bullying dikatakan sebagai kekerasan di mana setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.
Sehingga tipe perundungan apapun, baik secara fisik, verbal ataupun sosial masuk ke dalam kategori kekerasan dalam UU Perlindungan Anak. Pelaku bullying verbal dapat ancaman pidana sesuai Pasal 80 yang menyatakan setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, akan dipenjara paling lama tiga tahun enam bulan dan atau denda paling banyak Rp 72.000.000.
TEGUH ARIF ROMADHON