Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kebutuhan penerjemah bahasa isyarat atau kerap disebut juga dengan istilah juru bahasa isyarat (JBI) kian bertambah saat ini. Banyak lembaga, khususnya instansi pemerintah yang mulai menghadirkan juru bahasa isyarat dalam setiap acara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca juga:
Beda Bahasa Isyarat SIBI yang Digunakan Pemerintah dengan Bisindo yang Alami
Kepala Kepolisian RI, Jenderal Listyo Sigit Prabowo memerintahkan anak buahnya menghadirkan juru bahasa isyarat dalam setiap konferensi pers. Begitu juga dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB khususnya Satgas Covid-19 yang menyertakan juru bahasa isyarat saat memberikan informasi kepada masyarakat.
Sampai peringatan HUT Kemerdekaan RI yang ditayangkan secara virtual menampilkan juru bahasa isyarat untuk memberitahu insan Tuli tentang proses upacara yang sedang berlangsung. Begitu pula sejumlah stasiun televisi yang menghadirkan juru bahasa isyarat agar insan Tuli dan difabel rungu dapat mengetahui apa yang disampaikan.
Direktur Pusat Layanan Juru Bahasa Isyarat atau PLJB, Juniati Effendi mengatakan, dalam satu momentum tertentu, jumlah juru bahasa isyarat harus disesuaikan dengan kebutuhan insan Tuli. "Kebutuhan tenaga juru bahasa isyarat tergantung dari durasi dan bahasa," ujar Juniati kepada Tempo, Selasa 2 Maret 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jika acara tersebut berlangsung kurang dari satu jam, maka cukup satu orang yang menyampaikan informasi dalam bahasa isyarat. Namun jika acaranya lebih dari satu jam, maka perlu minimal dua orang juru bahasa isyarat.
Juniati melanjutkan, kebutuhan juru bahasa isyarat menjadi lebih besar ketika sebuah momentum melibatkan narasumber dengan bahasa asing. Untuk kondisi ini, harus ada sekitar empat juru bahasa isyarat yang masing-masing bertugas menerjemahkan bahasa asing lisan ke bahasa isyarat internasional. Kemudian dari bahasa isyarat internasional ke bahasa Indonesia, dan yang terakhir dari bahasa Indonesia ke bahasa isyarat Indonesia atau Bisindo.
Jenis acara juga mempengaruhi kriteria juru bahasa isyarat yang akan bertugas. Contoh, juru bahasa isyarat untuk persidangan berbeda dengan juru bahasa isyarat untuk acara konferensi.
Juniati menjelaskan, dalam sebuah persidangan di pengadilan, bila saksi yang dihadirkan adalah Insan Tuli yang tidak sekolah, biasanya akan menyampaikan keterangan dengan menggunakan gestur atau melalui gerak tubuh. Dalam kondisi ini, ada dua juru bahasa isyarat yang diperlukan dan berasal dari dua kelompok, yakni juru bahasa isyarat dengar dan juru bahasa isyarat Tuli.
Yang paling penting dari seorang juru bahasa isyarat adalah mampu menerjemahkan bahasa lisan ke bahasa isyarat, dan sebaliknya. Menurut Juniati, sebagian besar orang dapat dapat menjurubahasakan dari lisan ke Bisindo atau Bahasa Isyarat Indonesia. "Tapi belum banyak yang mampu menerjemahkan dari Bisindo ke bahasa lisan," katanya.