Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menceritakan latar belakang dan pengalamannya kepada anggota DPR saat Rapat Kerja dengan Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat pada Selasa, 12 Januari 2021. Dia membeberkan cerita tentang ayahnya yang seorang Direktur Kebun Raya Bogor hingga pengalamannya membantu akuisisi PT Freeport Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Awalnya, anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay meminta Budi memperkenalkan diri secara detail. Politikus Partai Amanat Nasional ini beralasan, banyak yang meragukan latar belakang Budi yang lulusan bidang fisika nuklir Institut Teknologi Bandung dan rekam jejaknya sebagai bankir. Namun tiba-tiba dia didapuk menjadi Menteri Kesehatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Supaya akrab, kenalin lima menit aja Pak Menteri. Jadi kalau udah, top, kami yakin Kemenkes akan berubah dari yang sebelumnya," kata Saleh.
Budi pun akhirnya memperkenalkan diri secara lengkap. Budi mengatakan dirinya adalah anak kedua dari empat bersaudara. Ia lahir di Bogor lantaran sang ayah saat itu menjabat sebagai Direktur Kebun Raya Bogor.
"Ayah saya namanya Sadikin Sumintawikarta, enggak ada hubungannya dengan Ali Sadikin (mantan Gubernur DKI Jakarta)," kata Budi disambut tawa para anggota Komisi IX DPR.
Sang ayah datang dari sebuah keluarga guru agama di Desa Bayongbong, Garut, Jawa Barat. Ayah Budi kemudian bekerja di Departemen Pertanian bahkan pernah menjabat sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (1974-1984).
Merujuk situs litbang.pertanian.go.id, Sadikin Sumintawikarta bahkan disebut sebagai the founding father Badan Litbang Pertanian. Namanya diabadikan menjadi salah satu ruangan di Kompleks Kementerian Pertanian.
Adapun sang ibu, lanjut Budi, merupakan ibu rumah tangga. Ibunya, Widowati Rusmiputra, lahir di Slawi, Tegal, Jawa Tengah. Budi mengatakan kedua orang tuanya meninggal dalam waktu berselang 14 hari, saat ia bekerja di Bank Mandiri.
"Ayah saya cancer myeloma, ibu saya kena cancer paru. Saya merasakan sekali cancer itu adalah salah satu penyakit yang banyak merenggut nyawa," kata Budi.
Budi mengatakan, bersekolah di Bogor dari Taman Kanak-kanak hingga Sekolah Menengah Atas. Setelah lulus SMA, ia berkuliah di ITB, Bandung, mengambil jurusan fisika. Lulus dari kampus Ganesha itu, Budi bekerja di International Business Machine (IBM) di Jepang.
Setahun di Jepang, Budi kembali ke Tanah Air dan bekerja di IBM Indonesia selama lima tahun. Setelah itu, bosnya yang bernama I Gusti Made Mantri pindah ke Bank Bali dan mengajak serta dirinya.
"Itu pertama kali saya masuk ke perbankan. Saya bergeser. Saat krisis Bank Bali itu saya rasakan," ujar dia.
Dari Bank Bali, Budi masuk ke ABN Amro, sebuah entitas bank Belanda. Ia kemudian berpindah ke Danamon lantaran diminta oleh teman-temannya di Singapura. Di sinilah ia bertemu dengan Emirsyah Satar (mantan Direktur Utama Danamon).
Budi mengatakan Emirsyah Satar dekat dengan Robby Djohan, bankir yang pernah menjadi Direktur Utama Bank Niaga, Garuda Indonesia, dan Bank Mandiri. Robby Djohan, kata Budi, dekat dengan Agus Martowardoyo--juga mantan Direktur Utama Bank Mandiri yang kemudian menjabat Gubernur Bank Indonesia.
"Di sana (Danamon) ketemu Pak Emirsyah Satar, Pak Emir dekat dengan Pak Robby Djohan, Pak Robby dekat dengan Pak Agus Martowardojo, akhirnya saya diajak di Mandiri dengan Pak Agus," ucap Budi.
Budi mengatakan karier perbankannya paling lama di Bank Mandiri, yakni selama sepuluh tahun. Dia memulai dari direktur yang memimpin kantor-kantor cabang hingga menjadi direktur utama. Menurut Budi, pengalamannya selama di Mandiri membuatnya berkeliling Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
"Makanya saya terima kasih di Mandiri bisa mengunjungi semua cabang. Saya melihat seluruh Bank Mandiri di Indonesia. Saya pensiun karena memang sudah dua kali jabatan," ujarnya.
Lepas dari Mandiri, Budi mengatakan, diminta oleh Rini Soemarno--ketika itu Menteri BUMN--untuk membantu Presiden Joko Widodo mengakuisisi PT Freeport Indonesia. Dia pun masuk menjadi Staf Khusus Menteri BUMN selama enam bulan untuk menyusun strategi akuisisi perusahaan tambang emas di Papua itu.
Akuisisi dilakukan dengan membentuk holding pertambangan PT Inalum dan Budi pun didapuk menjadi direktur utamanya. Sukses akuisisi di 2018, Budi tetap menjabat Dirut PT Inalum.
Kemudian saat pembentukan Kabinet Indonesia Maju, Budi ditunjuk menjadi Wakil Menteri BUMN I mendampingi Menteri BUMN Erick Thohir. Menurut Budi, Erick menugasi dirinya mengurus BUMN farmasi.
Saat Covid-19 merebak pada Maret 2020, dia mengurus pembangunan rumah sakit-rumah sakit milik perusahaan pelat merah. Dia menyebut ada 70 rumah sakit milik perusahaan BUMN yang kini dijadikan satu holding.
"Selesai dalam waktu satu tahun, sehingga dibentuk holding Indonesia Healthcare Corporation, itu holding BUMN 70 RS," ujarnya.
Budi mengatakan di situlah ia berhadapan dengan Covid-19. Ia mengaku banyak mengurus prosedur layanan perawatan di rumah sakit, pengadaan ventilator, dan pengadaan obat-obatan yang saat itu susah.
Menurut dia, Kementerian BUMN sampai menggunakan private jet ke Indonesia karena barang-barang itu tersedia di sana, serta bernegosiasi dengan Fuji.
"Kami sampai kejar Elon Musk untuk ventilator, tapi enggak dapat. Itu pengalaman-pengalaman saya berkecimpung di sistem kesehatan. Saya juga enggak ngerti kenapa bisa ke sini," kata Budi.
Sebelum menjadi Menkes, Budi menyebut ia pun sudah sering menghadiri rapat di Komisi IX DPR. Sewaktu menjadi Ketua Satgas Covid-19 Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, dia mendampingi Terawan Agus Putranto--Menteri Kesehatan sebelumnya--untuk rapat di komisi yang membidangi urusan kesehatan itu.
"Komisi IX adalah komisi yang dinamis. Banyak ibu-ibunya, kalau kami minta tolong untuk mengubah perilaku pasti tingkat keberhasilannya tinggi, karena suami-suaminya takut sama ibu-ibu. Mungkin itu, terima kasih," kata Budi.