Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendidikan

Didesak DPR Revisi Permendikbud 30, Nadiem Tegaskan Masih Tampung Aspirasi

Nadiem Makarim mengatakan beberapa bulan ke depan masih akan memastikan semua aspirasi mengenai Permendikbud 30 tentang kekerasan seksual.

1 Desember 2021 | 20.22 WIB

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu, 10 Maret 2021. Rapat ini juga membahas Laporan pengembangan/tindak lanjut rapat kerja tanggal 20 Januari 2021. TEMPO/M Taufan Rengganis
Perbesar
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu, 10 Maret 2021. Rapat ini juga membahas Laporan pengembangan/tindak lanjut rapat kerja tanggal 20 Januari 2021. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim mengatakan masih membutuhkan waktu untuk menjaring berbagai masukan mengenai Permendikbud 30 Tahun 2021 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Kita butuh waktu untuk mendengar berbagai macam pihak. Jadi kami mohon kesabaran dan waktu untuk menyerap semua pandangan,” kata Nadiem dalam rapat kerja dengan Komisi Pendidikan DPR, Rabu, 1 Desember 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nadiem Makarim mengatakan saat ini hingga beberapa bulan ke depan masih akan memastikan semua aspirasi atau masukan mengenai Permendikbud 30 yang seimbang. Aspirasi itu, kata Nadiem, tidak hanya dari ormas keagamaan, tapi juga rektor dan mahasiswa. “Apapun revisi perubahan atau pendapat kita ingin dapatkan yang seimbang,” kata dia.

Dalam rapat kerja itu, sejumlah fraksi meminta Nadiem mencabut atau merevisi Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021. Dari Fraksi Gerindra, misalnya, Djohar Arifin Husin menilai frasa 'tanpa persetujuan korban' berpotensi melahirkan modus baru dan melindungi mereka yang melakukan seks bebas atau suka sama suka sesama jenis.

“Jelas orang tua khawatir anaknya pergi ke kampus bisa berbuat macam-macam, padahal agama manapun melarang itu berzina. Tapi di peraturan diperbolehkan kalau suka sama suka. Ini mengerikan sekali,” kata Djohar.

Dari Fraksi PKB, An’im Falachuddin Mahrus, menyatakan dukungannya terhadap Permendikbud 30. Namun, ia meminta ada revisi pada frasa 'tanpa persetujuan korban' yang dinilai berbau nilai-nilai barat.

Pasalnya, menurut dia, di negara barat frasa tersebut digunakan karena menganggap masalah kekerasan seksual sebagai masalah pribadi. Sementara di Indonesia, kata dia, bukan pribadi saja yang menjadi korban namun bisa keluarga korban maupun warga semarga.

“Persetujuan korban tidak boleh kita telan mentah-mentah karena ini budaya barat, bukan timur. Apalagi di Indonesia mayoritas muslim. Saya setuju persetujuan korban tidak dicantumkan di sini. Kita kembalikan saja pada UU yang ada,” ucap Falachuddin soal Permendikbud 30 tentang kekerasan seksual di kampus.

FRISKI RIANA

Friski Riana

Lulus dari Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana pada 2013. Bergabung dengan Tempo pada 2015 di desk hukum. Kini menulis untuk desk jeda yang mencakup isu gaya hidup, hobi, dan tren. Pernah terlibat dalam proyek liputan Round Earth Media dari International Women’s Media Foundation dan menulis tentang tantangan berkarier para difabel.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus