Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEBUAH siulan panjang terdengar. Dari tengah sawah lalu muncul
sekitar 100 orang laki-laki membawa obor. Mereka
berteriak-teriak sambil mengacung-acungkan berbagai macam
senjata tajam. Beberapa menit kemudian, 16 Februari malam itu,
apipun membakar pabrik kimia United Chemical Industry milik PT
Uci Jaya di Desa Banjaran (Majalengka), di tepi jalan raya
antara Bandung --Cirebon.
Sekitar pukul 21.30 setelah keributan berlangsung selama 45
menit tanpa bisa dicegah petugas keamanan, siulan berikutnya
terdengar. Rombongan gelap itupun mundur. Namun si jago merah,
yang menghabiskan bagian pabrik di sana-sini, baru padam --
dengan sendirinya -- lewat tengah malam. Soalnya pabrik
penghasil kostik, kaporit dan air keras yang dibangun dengan
fasilitas PMDN (1977) itu, ternyata tidak mempunyai sesuatu alat
pemadam kebakaran. Direktur Uci Jaya, Harry Suteja, menaksir
kerugian perusahaannya sekitar Rp 1 milyar.
Apa yang terjadi? Bisa dilihat dari peristiwa tiga hari
sebelumnya -- yang merupakan penyerbuan pertama. Waktu itu
serombongan laki-laki, petani, menyerang pabrik: memecahkan kaca
jendela dan merusak peralatan lain. Petugas keamanan dan
kecamatan memang dapat menguasai keadaan. Tapi nampaknya para
penyerbu belum puas. Sebab tuntutan yang mereka lancarkan sejak
dua tahun lalu, yaitu sejumlah ganti rugi untuk kerusakan sawah
akibat pembuangan kotoran pabrik, belum juga terpenuhi.
United Chemical Industry memang membuang kotoran ke saluran
irigasi Ciwalingi. Akibatnya "menghanguskan" daun dan batang
padi di persawahan Desa Banjaran, Rancaputat, Penjalin, Bongas,
Cidenok dan lain-lain, seluas sekitar 100 hektar. Panen di situ,
menurut Sarjan, petani dari Rancaputat, seharusnya bisa 4
ton/ha. Belakangan, setelah air dirusak kotoran industri kimia,
panen sudah terhitung lumayan bila mencapai 20%-nya saja.
Terkadang malah lebih sedikit lagi.
Musyawarah petani dengan pihak pabrik pernah dicoba. Petani
menuntut ganti rugi Rp 5 juta. Namun melalui Camat Sumberjaya,
pabrik menyatakan hanya sanggup mengganti Rp 1,3 juta. Itupun
pembayaran diangsur tiga kali.
Aang Kunaefi
Rakyat mengalah. Tapi janji rupanya hanya tinggal janji. Dengan
berbagai alasan, "kami sedang kesulitan keuangan" seperti
dikatakan Harry Suteja, petani dibiarkan gigit jari
mengharap-harapkan hasil tuntutan mereka. Peringatan kecil bagi
pihak pabrik sebenarnya sudah ada: berupa batu-batu beterbangan
di atap pabrik. Beberapa malam berikutnya, setelah lemparan batu
dibiarkan saja, apa boleh buat, terjadilah peristiwa malam
berapi tersebut.
Pun tanda-tanda yang mengawali kemarahan petani tak tercium oleh
petugas keamanan. "Terus-terang saya kecolongan", ujar Dan Ramil
Sumberjaya Kapten Nurhasan. Kini tinggallah mencari
penyelesaian. Puluhan petani sekitar pabrik diperiksa dan
dimintai keterangan polisi termasuk pimpinan perusahaan itu
sendiri. Gubernur Jawa Barat, Aang Kunaefi, memeriksa langsung
tempat kejadian. Di situ gubernur marah-marah. Dan dengan
terang-terangan ia membela petani sambil menyalahkan pihak
pabrik yang inkar janji mengenai ganti rugi. Aang juga
mencela pihak pabrik karena dengan sengaja tidak memenuhi
persyaratan pembuangan sisa kotoran industri sehingga mencemari
irigasi.
Akhirnya yang jadi korban rakyat kecil juga. Lebih 100 orang
karyawan, akibat kebakaran tersebut, jadi kehilangan pekerjaan.
Pemda Ja-Bar memang sudah membantu mereka dengan sumbangan beras
dan sejumlah uang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo