Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendidikan

Fenomena Bun Upas, Warga Dieng Sebut Belum Sampai Suhu Ekstrem

Fenomena bun upas yang terjadi di dataran tinggi Dieng memang selalu terjadi setiap tahun.

7 Juli 2018 | 14.18 WIB

Cuplikan foto-foto fenomena bun upas (embun es) di kawasan Dieng, Wonosobo yang beredar pada 6 Juli 2018. Humas Dieng Culture Festival
Perbesar
Cuplikan foto-foto fenomena bun upas (embun es) di kawasan Dieng, Wonosobo yang beredar pada 6 Juli 2018. Humas Dieng Culture Festival

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Yogyakarta - Kawasan dataran tinggi Dieng, Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah sejak Jumat 6 Juli 2018 mulai diselimuti embun beku berwarna putih seperti salju. Embun yang membeku itu dikenal sebagai fenomena bun upas yang memang terjadi setiap tahun di dataran tinggi itu. Fenomena itu biasanya berlangsung saat memasuki puncak kemarau periode Juli- Agustus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

“Saat bun upas mulai muncul kemarin (Jumat), suhu terendah yang kami cek masih sekitar 2 derajat celcius, ini hitungannya masih standar,” kata tokoh masyarakat yang juga Sekretaris Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Banjarnegara, Sabar Alfarisdi saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 7 Juli 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sabar menuturkan suhu paling ekstrem yang sempat rasakan warga saat bun upas muncul di puncak kemarau di tahun-tahun sebelumnya pernah mencapai minus 5 derajat celcius. Kondisi itu pernah terjadi tiga tahun lalu. “Tadi pagi suhu terendah hanya 5 derajat celcius, tapi kalau sudah mendekati tengah hari biasanya sudah naik menjadi 16 sampai 25 derajad celcius," ujarnya.

Bun upas ini ditandai dengan keluarnya uap di atas tanah dataran. Biasanya suhu paling dingin mulai dirasakan warga desa sekitar pukul 04.00 sampai pukul 05.30 WIB. “Warga kalau saat bun upas sudah datang, pakai selimut dobel tetap kedinginan, tapi tak sampai sakit karena sudah biasa terjadi setiap tahun,” ujarnya.

Di Desa Dieng Kulon, ada tiga titik yang terkena dampak paling merata dari bun upas itu. Yakni di kawasan sisi barat dan timur Candi Arjuna, di kawasan Candi Dwarawati, dan sekitar Candi Setyaki. “Tanaman kentang yang membeku paling banyak di kawasan Candi Arjuna, sekitar 90 hektar baik di sisi barat dan timur,” kata Sabar.

Adapun munculnya bun upas atau embun beracun ini tak berbahaya bagi warga. Namun dampaknya buruk bagi tanaman kentang warga., khususnya yang sudah menginjak usia di 70 hari atau siap panen. “Dari sekitar 90 hektar lahan tanaman kentang itu, 50 persennya sekarang sudah siap panen, rawan mati karena bun upas itu,” kata Sabar.

Pribadi Wicaksono (Kontributor)

Pribadi Wicaksono (Kontributor)

Koresponden Tempo di Yogyakarta.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus