Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Berita Tempo Plus

Luka Lama Perekat Barisan

RUU Haluan Ideologi Pancasila ditolak berbagai kelompok Islam. Dianggap membuka perdebatan yang sudah final.

20 Juni 2020 | 00.00 WIB

Wakil Presiden Ma’aruf Amin menerima perwakilan NU, Muhammadiyah, MUI, dan Menko Polhukam Mahfud MD, saat membahas penundaan RUU HIP di Jakarta, 16 Juni 2020. wapresri.go.id
Perbesar
Wakil Presiden Ma’aruf Amin menerima perwakilan NU, Muhammadiyah, MUI, dan Menko Polhukam Mahfud MD, saat membahas penundaan RUU HIP di Jakarta, 16 Juni 2020. wapresri.go.id

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Ringkasan Berita

  • Wakil Presiden dua kali menggelar pertemuan soal RUU Haluan Ideologi Pancasila di rumah dinasnya.

  • Sejumlah ormas Islam mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi.

  • Ormas Islam juga melobi sejumlah partai di DPR.

GARA-gara Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila, Marsudi Syuhud dua hari berturut-turut bertandang ke rumah dinas Wakil Presiden Ma’ruf Amin di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat. Pada Senin, 15 Juni lalu, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itu datang bersama Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia Cholil Nafis. Kepada tamunya, sahibulbait bertanya tentang penolakan organisasi Islam terhadap rancangan tersebut.

Marsudi kemudian menjelaskan dinamika di kalangan nahdliyin. Menurut dia, penolakan datang dari para kiai di daerah yang cemas peraturan itu menjadi celah kebangkitan komunisme. Sebab, bagian konsideran rancangan itu tak mencantumkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XXV Tahun 1966, yang isinya membubarkan Partai Komunis Indonesia dan pelarangan komunisme. Pada masa itu, kelompok Islam memang berkonflik dengan PKI. “Wakil Presiden berjanji membawa aspirasi ini ke dalam rapat dengan Presiden,” kata Marsudi ketika dihubungi pada Rabu, 17 Juni lalu.

Sehari setelah pertemuan itu, Pengurus Besar NU menyampaikan sikap menolak rancangan tersebut serta meminta pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat menghentikan pembahasan draf. Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj mengatakan Pancasila merupakan kesepakatan final yang sudah dituangkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. “RUU ini dapat menguak kembali konflik ideologi yang bisa mengarah pada krisis politik,” ujar Said.

Malam hari, Ma’ruf kembali mengundang pentolan sejumlah organisasi Islam ke rumah dinasnya. Selain Marsudi Syuhud, hadir Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal, Sekretaris Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti, serta Ketua MUI Bidang Hukum dan Perundang-undangan Basri Bermanda. Wakil Presiden ditemani tiga anggota staf khusus, yaitu Masduki Baidlowi, Satya Arinanto, dan Robikin Emhas. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. juga hadir.

Masduki Baidlowi menuturkan, Ma’ruf menjelaskan hasil rapat kabinet terbatas yang diselenggarakan pagi harinya. Adapun menurut Marsudi, Mahfud Md. juga menyebutkan Presiden kaget terhadap isi RUU Haluan Ideologi Pancasila. Mahfud, kata dia, memberikan penjelasan soal keputusan pemerintah terhadap rancangan tersebut, yaitu menunda pembahasan dan tidak mengeluarkan surat presiden untuk membahas rancangan itu di Dewan Perwakilan Rakyat.

Setelah pertemuan, Ma’ruf menggelar konferensi jarak jauh dengan wartawan. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan muatan rancangan ini justru menurunkan posisi Pancasila sebagai dasar negara dan sumber hukum. “Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara sudah sangat kuat,” ujar Abdul Mu’ti.

Sebelum pertemuan di rumah dinas Wakil Presiden, penolakan terhadap draf ini sudah disuarakan sejumlah kelompok Islam. Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia, misalnya, menyurati Presiden dan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat pada 5 Juni lalu. Ketua Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia Muhammad Siddik mengatakan rancangan ini hanya merupakan daur ulang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila di era Orde Baru. “Pancasila menjadi sarat dengan tafsir penguasa,” ucap Siddik.

Siddik juga menilai muatan draf peraturan itu mirip dengan Garis-Garis Besar Haluan Negara yang telah dicabut. Dia khawatir badan yang bertugas melakukan pembinaan ideologi Pancasila bisa melakukan penyeragaman tafsir. Pada masa Orde Baru, model penyeragaman tafsir ini menjadi tameng penguasa ketika melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Karena itu, kata Siddik, aturan ini berpotensi membuat pelaksanaan Pancasila “mundur ke belakang”.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Wayan Agus Purnomo

Meliput isu politik sejak 2011 dan sebelumnya bertugas sebagai koresponden Tempo di Bali. Menerima beasiswa Chevening 2018 untuk menyelesaikan program magister di University of Glasgow jurusan komunikasi politik. Peraih penghargaan Adinegoro 2015 untuk artikel "Politik Itu Asyik".

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus