Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Guru tak bisa beli hukum

Perkelahian antara pelajar harus ditangani dengan tepat, yaitu dengan perbaikan kwalitas guru dan pe nerapan hukuman terhadap berbagai kenakalan secara konsekwen dan kontinyu. (pdk)

8 Mei 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WIBAWA guru sudah jatuh. Bukan saja di mata murid tapi juga di mata orang tua". Ujar Prof. Dr. Winarno Soerachmat. Rektor IKIP Jakarta. Masyarakat sudah jauh berubah, tapi guru belum berubah perananlya. Selama ini guru baru berfungsi sebagai pengajar, belum menambah peranannya sebagai pembimbing atau pembina. "Guru memang belum menjalankan peranan yang seharusnya", ucap Winarno lagi. Tapi peristiwa baku-hantam antara pelajar di Jakarta yang akhir-akhir ini menunjukkan angka menaik,tentu saja bukan disebabkan oleh faktor yang satu itu. "Juga kurang adanya kesetiakawanan orang tua, sengaja atau tidak. ikut menurunkan wibawa guru", tambah Winarno. Maksudnya, orang tua yang kebanyakan memang sibuk, tidak bisa kerja sama dengan guru untuk membina murid. Diberi undangan rapat, jarang hadir. Dan tidak sedikit orang tua yang karena jabatan atau banyak duit. mampu membeli hukum. Misalnya saja ada 10 anak dalam kelas yang membentuk gang, guru tak akan bisa berbuat apa-apa. Terlalu riskan untuk ikut campur urusan gang murid-muridnya. Sehingga guru hanya patuh kepada jabatannya sebagai pegawai negeri, untuk sekedar menjalankan tugasnya: mengajar. Itu saja. "Guru tidak bisa membeli hukum', ucap Winarno, "guru akan bersikap cari selamat". Dugaan Winarno tentang guru, nampaknya tidak jauh berbeda dengan pengamatan Dr. Singgih Gunarsa, Psikolog dari UI. "Mutu guru memang menyedihkan", katanya. Sebab katanya, fungsi guru tidak cukup hanya memindahkan ilmu kepada murid.Harus diingat juga selain murid mengalami perkembangan intelektuil, juga mengalami perkembangan aspek-aspek lain seperti emosi, cara bergaul, sikap dan lainnya. Aspek-aspek itu mestinya turut diperhitungkan oleh pengajar. Terutama wali kelas, yang mestinya mampu memikul tugas itu, sebaiknya juga menciptakan suasana baik. Sehingga seluruh aspek yang terdapat dalam diri murid orang per orang, secara totalitas tidak hanya di bidang pelajaran melulu--mampu dikembangkan dengan baik. Ujar Singgih:Caranya, yah, mencoba kenal dengan anak murid". Ditangani Namun tentu saja perbaikan kwalitas guru, perbaikan fasilitas pendidikan umumnya, belum bisa menjamin akan mengurangi peristiwa perkelahian antara pelajar itu. "Ternyata kenakalan remaja semakin lama tidak semakin menurun", ujar Dr. Saparinah Sadli, Pejabat Dekan Fakultas Psikologi UI. Tapi katanya, yang penting bukan seringnya peristiwa itu terjadi. "Menurut saya setiap perkelahian, apalagi yang membawa korban, harus dengan segera ditangani dengan tepat", ucap Saparinah. Untuk itu, selain diperlukan pengetahuan mengenai sebab-sebab khusus yang melatar-belakangi perkelahian tersebut, juga perlu ditegaskan siapa yang bertanggung-jawab atas terjadinya perkelahian itu, dan siapa yang berwenang menangani peristiwa itu. "Hanya mengetahui sebab sebabnya saja tapi tak tahu bagaimana mencari jalan keluar, apa gunanya," tambah Saparinah. "karena sebab-sebab itu berguna untuk menentukan diagnosa yang tepat'. Mengeritik masyarakat yang bersifat reaktif, Saparinah Sadli menyebutkan perkelahian akhir-akhir ini mengingatkannya dengan peristiwa perkelahian di night club Niagara beberapa tahun lalu. Waktu itu, katanya, wartawan pun berdatangan ke Fakultas Psikologi untuk mengadakan wawancara. hal yang persis sama terjadi pada bertepatan dengan semakin seringnya terjadi perkelahian antara pelajar akhir-akhir ini. "Sehingga kenakalan remaja menjadi hangat lagi", katanya. Barangkali sikap serupa inilah yang menyebabkan kurang efisiennya penanggulangan kenakalan remaja itu: adanya kecenderungan untuk secara reaktif dan tiba-tiba. Semua fihak di dalam masyarakat memfokuskan perhatiannya pada sesuatu yang sebenarnya sudah mulai dipermasalahkan sejak sepuluh tahun yang lalu. "Menurut pengalaman saya, kenalan remaja di lingkungan kita telah mulai menjadi topik pembahasan sejak tahun 1966 dulu", ucap Saparinah. Dan ternyata selama itu, kenakalan remaja tidak kunjung hilang. Paling sedikit tidak menunjukkan grafik yang menurun. Menurut nyonya Sadli ada beberapa sebab. Antara lain, hukum dan sanksi terhadap berbagai jenis kenakalan tidak selalu diterapkan secara konsekwen dan kontinyu. Hal ini jelas tidak mendidik para remaja itu. Para remaja yang sedang dalam usia menjelang dewasa itu dengan demikian tidak cukup diberi kemungkinan untuk memperkembangkan rasa hormat terhadap aturan-aturan hukum yang berlaku. Dan gejala-gejala yang jelas tidak menguntungkan itu masih ditambah dengan adanya kecenderungan untuk mengadakan generalisasi dalam membicarakan suatu kejadian. Ini menyebabkan suatu peristiwa tertentu tidak mudah dilihat dalam proporsi yang sebenarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus