Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Nusa

Respons Berbeda Dedi Mulyadi dan Mendikdasmen Soal Wisuda Sekolah

Pandangan Dedi Mulyadi dan respons Mendikdasmen soal larangan wisuda sekolah di SD hingga SMA berbeda.

2 Mei 2025 | 15.01 WIB

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi di sela-sela rapat dengan Komisi II DPR RI dan Kementerian Dalam Negeri serta kepala daerah di Gedung DPR RI, Jakarta, 29 April 2025. Tempo/Eka Yudha Saputra
Perbesar
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi di sela-sela rapat dengan Komisi II DPR RI dan Kementerian Dalam Negeri serta kepala daerah di Gedung DPR RI, Jakarta, 29 April 2025. Tempo/Eka Yudha Saputra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi melarang penyelenggaraan kegiatan wisuda di wilayah Jawa Barat. Kebijakan ini menuai tanggapan beragam, termasuk dari Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti yang menyatakan bahwa pelaksanaan wisuda sebaiknya tetap diperbolehkan selama tidak memberatkan orang tua dan telah disepakati bersama murid.

Abdul Mu’ti menegaskan bahwa wisuda pada dasarnya merupakan bentuk ekspresi kegembiraan dan rasa syukur atas pencapaian akademik siswa. Selain itu, menurutnya, acara ini juga bisa menjadi ajang silaturahmi antara orang tua, murid, dan pihak sekolah.

“Sepanjang itu tidak memberatkan dan atas persetujuan orang tua dan murid, ya masa sih tidak boleh? Yang penting jangan berlebih-lebihan dan jangan dipaksakan,” ujar Mendikdasmen usai pembukaan Konsolidasi Nasional Pendidikan Dasar dan Menengah (Konsolnas Dikdasmen) 2025 di PPSDM Kemendikdasmen, Depok, Selasa, 29 April 2025.

Ia menambahkan, beberapa orang tua justru baru menginjakkan kaki ke sekolah anak mereka saat menghadiri acara wisuda. Oleh karena itu, wisuda bisa menjadi momen penting yang mendekatkan orang tua dengan institusi pendidikan anaknya.

Namun demikian, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi bersikukuh melarang sekolah-sekolah di wilayahnya menyelenggarakan kegiatan wisuda dan perpisahan. Dalam sebuah video yang viral, Dedi terlihat berdebat dengan seorang siswi SMAN 1 Cikarang Utara yang mempertanyakan kebijakan tersebut. Siswi itu berpendapat bahwa wisuda adalah momen berharga bagi siswa untuk mengabadikan kenangan sebelum kelulusan.

Dedi tetap teguh pada pendiriannya. “Sudah jelas TK, SD, SMP, SMA tidak boleh ada wisuda. Kenaikan kelas, ya kenaikan kelas. Kelulusan, ya kelulusan,” katanya, menegaskan.

Ia beralasan bahwa kebijakan ini bertujuan melindungi masyarakat, khususnya keluarga miskin, dari beban biaya tambahan yang kerap ditimbulkan dari acara wisuda yang digelar secara besar-besaran.

“Kalau orang enggak mampu, lebih baik uang itu dipakai untuk hal lain yang lebih bermanfaat. Ini orang tinggal di bantaran sungai, masa harus bayar wisuda?” ujar Dedi.

Gubernur Dedi juga menyatakan bahwa banyak orang tua justru menyambut baik kebijakan pelarangan wisuda sekolah karena mengurangi beban ekonomi mereka. Namun, sebagian lainnya, termasuk kalangan pelajar dan orang tua siswa, merasa kebijakan ini mengabaikan nilai emosional dan sosial dari momen perpisahan.

Polemik ini pun memunculkan perdebatan di tengah masyarakat. Di satu sisi, banyak yang mendukung pendekatan Dedi karena dinilai berpihak kepada masyarakat miskin dan mencegah pemborosan. Di sisi lain, sejumlah pihak menyayangkan pelarangan total tanpa mempertimbangkan konteks, seperti kesediaan orang tua serta kemungkinan pelaksanaan secara sederhana dan sukarela.

Dinda Shabrina berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: 7 Kebijakan Dedi Mulyadi Disorot Warga Jabar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus