Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Divisi Bidang Korupsi dan Politik Indonesian Corruption Watch (ICW) Egi Primayoga, menilai Sirekap KPU gagal menjadi acuan penghitungan suara sementara Pemilu 2024. Cacatnya Sirekap menunjukkan kegagalan Komisi Pemilihan Umum dalam menyediakan informasi publik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Egi mengatakan, KPU menyajikan portal keterbukaan informasi yang tidak siap untuk diakses oleh publik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Padahal anggaran dari pajak yang dibayarkan oleh publik sebesar Rp 3,5 miliar telah dihabiskan untuk Sirekap," kata dia, dalam keterangan tertulis pada Jumat, 23 Februari 2024.
Menurut Egi, KPU gagal dalam memberikan keterbukaan informasi dana kampanye Pemilu 2024 kepada publik. KPU menyediakan portal informasi Sistem Informasi Kampanye dan Dana Kampanye atau Sikadeka. Aplikasi ini tidak mendukung penyediaan informasi dana kampanye yang transparan dan akuntabel.
"Sebabnya, portal tersebut tidak memberikan rincian secara detail mengenai penerimaan dan pengeluaran dana kampanye," kata dia. Padahal, kata dia, informasi rinci penting diketahui publik.
Dengan begitu, kata Egi, masyarakat dapat berpartisipasi aktif dalam mengawasi aliran dana yang digunakan selama proses kampanye. Pelaporan yang dilakukan secara detail dan transparan, berguna untuk mengetahui serta mencegah masuknya dana ilegal, dan sumbangan lain yang tidak sesuai ketentuan.
Menurut dia, pencegahan tersebut tentu sulit dilakukan jika informasi dana kampanye yang disediakan tidak rinci dan terbuka. "Tertutupnya informasi dana kampanye ini sangat berpotensi menjadi cikal bakal terjadinya praktik korupsi di kemudian hari," ucap dia.
ICW dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengungkap sejumlah masalah dalam Sirekap. Alat bantu hitung suara di Pemilu 2024 itu dinilai tak akurat dan menimbulkan banyak masalah. Penyebabnya kerusakan dalam Sirekap.
"Jumlah suara dalam formulir C-1 yang diunggah melalui Sirekap berubah dan melonjak sehingga tidak mencerminkan perolehan suara yang asli," kata Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya, dalam keterangan tertulis, Jumat, 23 Februari 2024.
Dalam pemantauan ICW dan KontraS sepanjang 14 Februari 2024-19 Februari 2024 menemukan adanya selisih antara Sirekap dan formulir C-1 pada 339 TPS sebanyak 230.286 suara. "Tiga pasangan calon mendapatkan suara yang lebih besar setelah formulir C-1 diunggah ke portal Sirekap," ujar Dimas.
Misalnya, persentase angka perolehan suara pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar 65.682 (28,52 persen), Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka 109.839 (47,70 persen), dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md. 54.765 (23,78 persen).
Menurut Dimas, kegagalan Sirekap yang menyediakan informasi yang akurat berujung pada kontroversi meluas dan dugaan kecurangan melalui portal tersebut. Penghitungan suara sempat dihentikan selama dua hari akibat kisruh Sirekap.
Dia menuturkan, perlu dicatat bahwa KPU menyatakan Sirekap tidak dijadikan landasan perhitungan suara. Sehingga penundaan perhitungan suara menimbulkan pertanyaan besar tutur dia. Selebihnya, penundaan diputuskan melalui proses yang tak patut, yaitu melalui instruksi lisan. "Penundaan perhitungan suara tanpa proses yang patut berpotensi membuka praktik kecurangan perhitungan suara," ujar dia.
Sirekap adalah alat bantu yang dipakai anggota kelompok panitia pemungutan suara atau KPPS menggungah formulir C-1 atau hasil plano setelah penghitungan suara di TPS. Data itu akan dikonversi oleh anggota panitia pemilihan kecamatan (PPK) dan ditampilkan dalam laman web pemilu2024.kpu.go.id sebagai hasil penghitungan suara sementara.
Pilihan Editor: Ganjar Mengaku Terharu Masih Didampingi Relawan