Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi kembali memastikan bahwa pemerintah tidak akan memulangkan orang-orang Indonesia yang diduga menjadi teroris lintas negara atau foreign terrorist fighters (FTF) di Negara Islam Irak dan Syam (Islamic State of Iraq and the Levant/ISIS) ataupun negara lain. Tujuannya untuk menjamin keamanan 260 juta penduduk Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kendati demikian, Jokowi meminta pimpinan lembaga/kementerian terkait untuk tetap mengidentifikasi data mereka. Data sementara, dikutip dari badan intelijen Amerika Serikat atau CIA, ada 689 orang yang tergabung teroris lintas negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya perintahkan agar diidentifikasi satu per satu, 689 orang yang ada di sana. Nama, dan siapa, berasal dari mana, sehingga data itu komplet. Sehingga, cegah tangkal bisa dilakukan di sini kalau data itu dimasukkan ke imigrasi. Tegas ini saya sampaikan," ujar Jokowi sambil menekankan kalimatnya di Istana Negara, Jakarta pada Rabu, 12 Februari 2020.
Dari identifikasi dan verifikasi itu, kata Jokowi, nanti akan terlihat rekam jejak mereka. Pemerintah, kata Jokowi, hanya memberi peluang untuk anak yatim piatu yang ada berada pada posisi anak-anak di bawah usia 10 tahun, untuk dipulangkan.
"Tapi kami belum tahu apakah ada atau tidak ada. Saya kira pemerintah tegas untuk hal ini," kata Jokowi.
Terkait kelanjutan nasib ratusan WNI yang jadi kombatan ISIS, Jokowi menyatakan pemerintah tak lagi berwenang mengurus. "Itu nanti karena sudah menjadi keputusan mereka (menjadi bagian ISIS). Tentu saja segala sesuatu mestinya sudah dihitung dan dikalkulasi oleh yang bersangkutan".