Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Monumen Upacara Terakhir Presiden

Pembahasan Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) berjalan kilat dan minim partisipasi publik. Investor asing menanti payung hukum ibu kota baru. 

22 Januari 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pembahasan RUU Ibu Kota Negara rampung kurang dari 24 jam.

  • Presiden Jokowi disebut-sebut ingin RUU Ibu Kota Negara selesai sebelum 2021.

  • Masyarakat adat di lokasi ibu kota baru merasa tak dilibatkan.

BERTEMU dengan para pemimpin media massa di Istana Merdeka pada Rabu, 19 Januari lalu, Presiden Joko Widodo mengumbar ambisinya membangun ibu kota baru di Kalimantan Timur. Ia menyatakan ada empat-enam kantor kementerian serta Istana Presiden yang pindah ke lokasi ibu kota negara di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara mulai 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jokowi menyadari bahwa perpindahan ibu kota tak bisa dikerjakan dalam waktu singkat. “Mungkin baru selesai 15-20 tahun. Yang penting kita siapkan infrastrukturnya dulu,” kata Presiden Jokowi. Rencananya Istana dan gedung kementerian akan dibangun dengan anggaran negara. Pemerintah akan mengundang investor untuk mengembangkan kawasan ibu kota negara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pertemuan yang berlangsung selama dua jam itu digelar sehari setelah Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN). Pembahasan regulasi itu berlangsung hanya dalam tempo 42 hari terhitung sejak DPR membentuk panitia khusus RUU Ibu Kota Negara pada 7 Desember 2021.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa mengklaim RUU IKN dibahas serta disiapkan secara matang dan tak tergesa-gesa. “Proses pembentukan undang-undang sudah berjalan selama dua tahun,” tutur Suharso kepada Tempo, Jumat, 21 Januari lalu.

Menurut Suharso, Presiden sempat meminta perumusan draf aturan itu ditunda pada 2020 karena pandemi Covid-19. Jokowi lalu meminta pembahasan dimulai lagi setelah laju penularan corona melandai pada pertengahan 2021. Melalui Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Jokowi mengirimkan surat presiden dan draf RUU Ibu Kota Negara ke DPR pada 29 September 2021.

Namun DPR tak kunjung membahas RUU itu. Suharso sempat mempertanyakan kemajuan RUU IKN kepada anggota Dewan. “Kami sebagai representasi Presiden dapat bertanya mengenai progres pembahasan undang-undang,” ujar Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan itu.

Tiga politikus yang terlibat dalam pembahasan RUU Ibu Kota Negara bercerita, pemerintah mengebut pengesahan RUU Ibu Kota Negara setelah rombongan Presiden pulang dari lawatan ke Dubai, Uni Emirat Arab, pada pekan pertama November 2021. Mereka bercerita, Presiden memperoleh komitmen investasi pengembangan ibu kota baru saat kunjungan tersebut.

Namun para investor mempersoalkan belum adanya regulasi untuk menjamin proyek tersebut. Setiba di Tanah Air, Presiden Jokowi kepada sejumlah menterinya mempertanyakan alasan DPR tak lekas membahas draf undang-undang.

Seusai RUU Ibu Kota Negara disahkan, ketua pansus Ahmad Doli Kurnia mengatakan Jokowi telah berkomunikasi dengan para investor ibu kota negara. “Presiden sudah berkomunikasi dengan berbagai pihak dan banyak yang mau kerja sama. Tapi mereka minta ada kepastian hukum,” kata Doli.

Sejumlah anak bermain di kawasan yang masuk ke dalam wilayah ibu kota negara baru di Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur,Agustus 2019. ANTARA/Akbar Nugroho Gumay

Dua pejabat yang terlibat dalam penggodokan RUU IKN mengatakan Jokowi melalui menterinya meminta aturan itu disahkan sebelum akhir 2021. Dengan begitu, pembangunan ibu kota baru bisa dipercepat. Menurut keduanya, Jokowi ingin menggelar peringatan kemerdekaan di ibu kota baru pada 2024, upacara terakhirnya sebelum purnatugas.

Usul itu tak diterima karena pansus khawatir pembahasan yang terburu-buru membuat UU Ibu Kota Negara dinyatakan inkonstitusional jika digugat ke Mahkamah Konstitusi. Pemerintah dan pansus menyepakati tenggat baru, yakni pada rapat paripurna DPR 18 Januari 2021. Menteri Suharso membantah kabar bahwa Presiden ingin RUU Ibu Kota Negara rampung sebelum akhir 2021.

Di sela-sela pembahasan draf, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengadakan pertemuan di lantai dua Gedung Nusantara III pada 6 Januari lalu. Selain Suharso, hadir Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly, Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya, Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Sakti Trenggono, serta Menteri Agraria Sofyan Djalil.

Berlangsung selama satu jam, pertemuan itu membahas rencana pengembangan ibu kota baru. Menteri Trenggono mempertanyakan alasan lembaganya tak dilibatkan dalam pembahasan undang-undang. “Ibu kota negara harus terbangun dan kami solid mendukung,” kata Trenggono saat dimintai tanggapan pada 21 Januari lalu.

Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di DPR, Utut Adianto, sempat mewanti-wanti pemerintah dan DPR agar tak sekadar mengesahkan draf, tapi juga menyiapkan pembangunan dengan terencana. “Kalau ini mangkrak, segala keberhasilan Jokowi akan sirna. Jangan sampai ibu kota negara jadi monumen kegagalan Jokowi,” tuturnya.

Di pansus, rapat membahas draf RUU Ibu Kota Negara digelar maraton. Empat anggota pansus yang ditemui Tempo menyebutkan draf dipecah menjadi lima kluster untuk mempercepat pembahasan pada Senin, 17 Januari lalu. Menurut mereka, pembahasan setiap pasal hanya terjadi pada kluster pertama mengenai bentuk kelembagaan otorita.

Sedangkan empat kluster lain tentang pendanaan, pertanahan, rencana induk, dan substansi lain diulas gelondongan. Para narasumber itu bercerita, saat membahas empat kluster terakhir, pimpinan pansus menanyakan pendapat setiap fraksi secara gelondongan alih-alih membahas pasal per pasal.

Hasilnya ajaib. Pemerintah dan DPR menyelesaikan pembahasan 270 pasal kurang dari 24 jam. Rapat maraton digelar pada Senin, 17 Januari, pukul 10.00 hingga Selasa, 18 Januari, pukul 03.30.

Wakil Ketua Pansus RUU Ibu Kota Negara Saan Mustopa mengklaim Dewan mengikuti semua aturan dan prosedur untuk membentuk undang-undang pemindahan ibu kota. “Sudah demikian rupa prosedur kami tempuh,” ujarnya.

Pembahasan Undang-Undang Ibu Kota Negara juga disebut minim partisipasi publik. Pemerintah dan DPR memang menggelar diskusi publik, antara lain di Universitas Mulawarman, Samarinda, pada 11 Januari lalu. Tapi forum itu dituding tak terbuka untuk publik.

Pegiat lingkungan dari Jaringan Advokasi Tambang Kalimantan Timur, Pradarma Rupang, yang berniat hadir dalam acara itu mengaku diusir petugas keamanan. “Identitas kami diperiksa,” tuturnya.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, bercerita, undangan diskusi yang dihadiri perwakilan Panitia Khusus RUU Ibu Kota Negara disebar secara terbatas sehari sebelum acara. Para peserta pun tak diberi draf undang-undang yang hendak dibahas.

Presiden Joko Widodo meninjau lokasi ibu kota negara baru di Kecamatan Sepaku, Kalimantan Timur, Desember 2019. BPMI Setpres/Muchlis Jr

Dekan Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Mahendra Putra Kurnia, yang hadir dalam forum berdurasi dua jam itu, menyoroti pasal-pasal bermasalah. Ia mengkritik bentuk pemerintahan daerah, masa jabatan kepala otorita, dan pengalihan hak atas tanah.

Rektor Universitas Mulawarman, Masjaya, mengklaim mengundang semua pihak, baik akademikus maupun organisasi kemasyarakatan sipil, untuk datang ke acara yang dihadiri anggota Pansus RUU Ibu Kota Negara, Budi Satrio Djiwandono dan Safaruddin, itu. “Draf undang-undang sudah beredar luas di Internet dan bukan alasan untuk tak memahami substansi,” ucapnya.

Masyarakat adat yang bermukim di sekitar lokasi ibu kota juga tak dilibatkan. Jubaen, kepala adat Kelurahan Pemaluan, bercerita, tak ada pejabat pemerintah yang mengajaknya urun pendapat. Padahal perkampungan Jubaen hanya sekitar 15 kilometer dari titik nol ibu kota baru.

Yang laki-laki 55 tahun itu ingat, seorang pegawai Badan Pertanahan Nasional melintas di depan rumahnya untuk mengukur patok ibu kota pada Oktober 2020. Setahun kemudian, atau tiga bulan sebelum RUU Ibu Kota disahkan, Jubaen menyaksikan pohon-pohon di lokasi ibu kota sudah ditebang.

Sejumlah truk dan ekskavator juga mondar-mandir di dekat perkampungan warga Pemaluan yang mayoritas berasal dari suku Paser. “Pembangunan dan pembukaan lahan sudah berjalan,” katanya.

Kepala adat Kelurahan Sepaku, Sibukdin, pernah bertemu dengan perwakilan pemerintah di Hotel Grand Tjokro, Balikpapan, pada 2019. Anehnya, pemerintah mengundang suku lain yang tak bermukim di kawasan calon ibu kota dan tak mempersoalkan proyek tersebut. “Pemerintah mau masuk wilayah kami tapi izinnya ke suku lain di kabupaten tetangga,” ujar Sibukdin.

Bersama belasan pemangku adat lain di Penajam Paser Utara, Sibukdin pergi ke Jakarta. Ia mengaku diminta pemerintah daerah berunjuk rasa menuntut pengakuan tanah ulayat. Mereka sempat diterima politikus Gerindra, Budi Satrio Djiwandono, pada Jumat, 14 Januari lalu. Forum itu cuma berjalan 30 menit. Peserta rapat berhamburan setelah lindu mengguncang Jakarta.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa mengklaim pemerintah sudah melibatkan semua pemangku kepentingan dalam pembahasan RUU Ibu Kota Negara. Ia mengatakan Presiden Jokowi juga pernah berdialog dengan kelompok adat di Kalimantan Timur. “Kami sudah mengundang partisipasi yang luas,” kata Suharso.

Belum sepekan Undang-Undang Ibu Kota Negara disahkan, sejumlah pihak berancang-ancang menggugatnya ke Mahkamah Konstitusi. Ekonom Faisal Basri, misalnya, menggalang petisi yang mendesak pemerintah Jokowi bertanggung jawab jika proyek mercusuar ibu kota baru mangkrak. “Petisi ini menjadi masukan bagi kami untuk mengajukan judicial review,” ujarnya.

BUDIARTI UTAMI PUTRI, AVIT HIDAYAT, ARRIJAL RACHMAN
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Raymundus Rikang

Raymundus Rikang

Menjadi jurnalis Tempo sejak April 2014 dan kini sebagai redaktur di Desk Nasional majalah Tempo. Bagian dari tim penulis artikel “Hanya Api Semata Api” yang meraih penghargaan Adinegoro 2020. Alumni Universitas Atma Jaya Yogyakarta bidang kajian media dan jurnalisme. Mengikuti International Visitor Leadership Program (IVLP) "Edward R. Murrow Program for Journalists" dari US Department of State pada 2018 di Amerika Serikat untuk belajar soal demokrasi dan kebebasan informasi.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus