Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya membicarakan kunjungan lima orang kadernya ke Israel untuk bertemu Presiden Isaac Herzog. Menurut Yahya, kunjungan kader NU ke Israel bukan pertama kalinya terjadi saat ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Yahya menyampaikan dirinya dan mantan presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, yang juga pernah menjadi ketua umum PBNU periode 1984-1999, juga pernah mengunjungi Israel. Namun, Yahya menyatakan kunjungannya dan Gus Dur ke negeri Zionis itu berbeda dengan lawatan lima warga Nahdliyin kali ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Diketahui, Gus Dur pernah melawat ke Israel pada 1994. Sementara Yahya sendiri berkunjung ke negeri Bintang Daud tersebut pada 2018.
“Memang ada perbedaan-perbedaan, misalnya bahwa pertama Gus Dur engagement ke Israel, beliau melakukan konsolidasi terlebih dulu, beliau datang ke kiai-kiai untuk bicara mengenai masalah ini,” kata Yahya di Gedung PBNU, Jakarta Pusat pada Selasa, 16 Juli 2024.
Saat itu, kata Yahya, Gus Dur mendiskusikan strategi dan upaya-upaya yang bisa dilakukan dalam pertemuan dengan otoritas Israel, khususnya terkait perdamaian Palestina. “Sehingga kemudian kiai-kiai itu merestui keberangkatan beliau,” ucap Yahya.
Sementara itu, Yahya mengatakan dia juga sempat berdiskusi dengan tokoh-tokoh NU sebelum berangkat ke Israel. Di antaranya Ma’ruf Amin hingga Said Aqil Siradj.
Yahya berujar ketika itu dirinya juga memberi syarat kepada perwakilan Israel yang mengundangnya. “Bahkan saya waktu itu memberi syarat kepada yang mengundang, mereka harus ada yang mau saya ajak untuk ketemu kiai saya, dan saya ajak salah seorang tokoh Yahudi untuk bertemu Kiai Maimoen Zubair, dialog lama sampai empat jam, dengan Kiai Mustofa Bisri,” kata Yahya.
Yahya pun menyampaikan bahwa kunjungannya ke Israel waktu itu sudah diperjelas sebagai kunjungan atas nama pribadi. “Waktu ke sana saya tidak pernah menyebut NU, tidak pernah, kecuali Gus Dur yang saya katakan sebagai guru saya dan inspirator saya, tapi segala sesuatunya saya pertanggungjawaban secara pribadi,” ujar dia.
Sementara itu, Yahya berujar kelima kader NU yang baru berkunjung ke Israel melakukan lawatan tersebut tanpa sepengetahuan tokoh-tokoh NU. “Tidak ada pembicaraan kelembagaan, sehingga yang dilakukan oleh anak-anak yang berangkat ke Israel tempo hari itu adalah tanggung jawab mereka pribadi dan tidak terkait dengan lembaga,” kata Yahya.
Maka dari itu, Yahya menilai bahwa kunjungan kelima kader tersebut dilakukan tanpa adanya manuver strategis. Dia berujar bahwa engagement atau pertemuan-pertemuan seperti itu seharusnya tidak dilakukan dengan asal-asalan.
Kunjungan lima kader NU ke Israel menuai kontroversi karena dilakukan di tengah gempuran negara Zionis itu ke Palestina. Kunjungan mereka pertama kali terungkap dari unggahan yang dikirim Zainul Maarif, dosen Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, di akun media sosial Instagramnya.
Dalam unggahan itu, Zainul menunjukkan foto para kader NU dengan Presiden Israel Isaac Herzog. Foto di akun @zenmaarif diunggah dengan kata-kata 'berbincang langsung dengan presiden Israel'.
Tempo telah berupaya menghubungi Zainul Maarif melalui pesan di akun Instagram dan Facebooknya. Zainul belum membalas hingga berita ini ditulis.
Pilihan Editor: PBNU Buka Peluang Beri Sanksi Kader yang Temui Presiden Israel