Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendidikan

Kisah Waria di NTT: Jadi Relawan Bencana Meski Terhimpit Pandemi Covid-19

Meski para waria di Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) kesusahan di masa pandemi, tapi mereka turut membantu jadi relawan sejumlah bencana di sana.

13 Juli 2021 | 10.00 WIB

Aktivitas para transpuan yang tergabung di komunitas Fajar Sikka menjadi relawan saat bencana banjir bandang di Nusa Tenggara Timur, 2020. Facebook Hendrika Mayora
Perbesar
Aktivitas para transpuan yang tergabung di komunitas Fajar Sikka menjadi relawan saat bencana banjir bandang di Nusa Tenggara Timur, 2020. Facebook Hendrika Mayora

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Para waria yang tergabung dalam Komunitas Fajar Sikka, Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), banyak yang kehilangan pendapatan. Tapi walau mereka sendiri hidup dalam kesulitan, namun beberapa kali mereka justru terjun ke daerah bencana menjadi relawan kemanusiaan. Gerakan ini diinisiasi oleh Hendrika Mayora, seorang transgender perempuan (transpuan) yang kini menjadi pejabat publik di sana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Diberlakukannya kembali pembatasan sosial akibat peningkatan jumlah kasus positif Covid-19 membuat Hendrika Mayora stres. Transpuan berusia 35 tahun ini kehilangan potensi penghasilan dari pekerjaannya sebagai perias pengantin. “Tadinya ada delapan pasang pengantin yang sudah buat janji mau saya rias, tapi batal karena pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di daerahku,” kata Mayora kepada Tempo, Jumat, 9 Juli 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rasa sedih itu muncul karena tadinya Mayora sudah punya rencana untuk membantu saudara serta teman-temannya sesama transpuan yang kehilangan penghasilan akibat pandemi Covid-19. Di Sikka, Nusa Tenggara Timur, semua transpuan bekerja di sektor informal, seperti menata rias, bekerja di salon, berjualan, dan bertani atau menjadi nelayan. “Mereka semua tak bisa bekerja dan menjual hasil kebun atau tangkapan ikan.”

Hendrika Mayora. Facebook/Hendrika Mayora Victoria

Sebetulnya, sejak pertengahan masa pandemi tahun lalu, Mayora bersama Fajar Sikka—organisasi waria yang ia dirikan di Maumere, Kabupaten Sikka—sudah melakukan sejumlah aneka inisiatif kolektif untuk membantu para transpuan. Mereka mendapat sumbangan dari sejumlah lembaga seperti HiVos dan Queer Language Club Jakarta, dalam bentuk bantuan bibit tanaman sayur dan buah-buahan serta dana untuk modal usaha. Dengan bantuan itu, para transpuan membuat kebun ketahanan pangan yang hasilnya didistribusikan kepada para transpuan dan warga lain.

Dana hasil donasi sejumlah lembaga dijadikan modal untuk membeli bahan-bahan pembuatan kerajinan tenun ikat. “Teman-teman transpuan maupun warga yang menganggur akibat pandemi kami beri uang untuk membeli benang yang dijadikan tenun ikat,” kata transpuan yang juga menjabat sebagai ketua lembaga legislatif Badan Permusyawaratan Desa Habi, Kecamatan Kangae, itu. Ada delapan kelompok perajin tenun yang terbantu oleh modal hasil donasi tersebut.

Namun, selama masa pandemi ini, wilayah NTT berkali-kali dihajar bencana alam, seperti banjir bandang besar pada April lalu. Adonara dan Lembata, dua wilayah terdekat dari Maumere, terkena dampak paling parah. Para transpuan yang sebetulnya juga sedang kesusahan justru tergerak untuk memberikan pertolongan kepada warga di daerah tetangga. “Hari ketiga atau keempat pascabencana, tim transpuan Fajar Sikka sudah masuk ke sana mendirikan dapur umum.”

Di sejumlah titik pengungsian, para transpuan mendistribusikan hingga setengah ton beras, air minum, dan kebutuhan lain. Tak berhenti di sana, para transpuan tinggal bersama pengungsi dan menyediakan sesi pemulihan trauma untuk anak-anak. “Mereka senang kami temani, sampai meminta kami tinggal lebih lama.”

Hendrika Mayora melakukan pendampingan dan trauma healing untuk anak-anak korban bencana banjir bandang di Lembata, Nusa Tenggara Timur, 2020. Facebook Hendrika Mayora

Kini hampir semua kecamatan di Sikka menjadi zona merah Covid-19. Banyak warga yang harus melakukan isolasi mandiri di fasilitas dinas kesehatan setempat atau di rumah masing-masing. Hal itu membuat banyak warga kesulitan memenuhi kebutuhan pokoknya.

Mayora dan teman-temannya di Fajar Sikka kembali tergerak untuk membantu warga. Kali ini mereka mendirikan dapur penyintas untuk memasok makanan kepada warga yang melakukan isolasi mandiri. “Kami support makanan sehat, jamu, dan minuman herbal untuk kekebalan tubuh ke sekitar 50 warga.”

Untuk para transpuan lain, Mayora tengah memperjuangkan agar mereka mendapat jatah vaksinasi Covid-19. “Kami perlu minimal 60 dosis vaksin, dan kalau memungkinkan vaksinasinya dilakukan di tempat tersendiri karena banyak yang kesulitan mendatangi puskesmas,” ujarnya. Sembari berkeliling menemui warga dan para transpuan, Mayora memberikan edukasi mengenai pentingnya mendapat imunisasi.*

PRAGA UTAMA

Praga Utama

Lulusan Jurusan Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran pada 2011. Bergabung dengan Tempo di tahun yang sama sebagai periset foto. Pada 2013 beralih menjadi reporter dan saat ini bertugas di desk Wawancara dan Investigasi.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus