Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KELUARGA itu sejak jam 2 siang sudah berada di kapal. Tapi
terpaksa tinggal di kamar Mualim I Haji Husin karena KM Klingi
penuh muatan. Mereka: Achmad Chaerun alias Yun (32 tahun), ny.
Yenni Chaerun Nawawi (30 tahun), Maya (41 tahun) dan Linda (1«
tahun). Bosan menunggu, Yenni mengeluh minta pulang saja.
"Boleh, tapi saya harus berangkat", jawab Yun, suaminya, yang
bekerja untuk harian Waspada, Medan, di samping membuka
bekleiding di Kebon Sirih, Jakarta.
Yenni yang biasanya keras kemauan, waktu itu menurut saja pada
suaminya. Ia tak jadi pulang. Sampai jam 1 dinihari para
penumpang sudah lelap setelah berjamjam bosan menunggu sampai KM
Klingi bongkar sauh. "Anak-anak tenang-tenang saja ketika itu.
Cuma isteri saya yang terus-menerus gelisah", ujar Yun kepada
Phill M. Sullu dari TEMPO.
Subuh, Yun menjenguk dari tingkap kamar sebelah kanan. Ia
menduga setidaknya kapal sudah berada di salah sebuah pelabuhan
lain. "Tapi ternyata baru beberapa mil dari Priok", tambah Yun
yang sedikit banyak mengerti soal-soal pelayaran. "Dan rupanya
kapal sedang berhenti". Menemui salah seorang awak kapal, ia
mendapat keterangan: tangki minyak kelapa sawit sedang diisi air
laut untuk menjaga keseimbangan.
Keadaan Tegang
Tak bisa disembunyikan, para penumpang pun gelisah. "Apalagi
setelah koki kapal menyatakan keadaan mengkhawatirkan" tutur
Yun. Dan pada saat itu, Yenni isteri Yun itu, mendesak untuk
pindah saja ke kapal lain. Dan Yun setuju. Tapi malang, tak ada
angkutan lain yang dapat membawa mereka kembali ke kade.
Senin siang, Yun dan Yenni berada di panggung intai nakhoda.
Keadaan sudah tegang. Mendadak kapal yang nungging dan miring ke
kanan itu merubah haluan, belok ke kanan. Mata penumpang,
termasuk Yun dan Yenni, tak lepas dari skala - alat untuk
mengamati stabilitas kapal. Tiba-tiba mereka membelalak, karena
perubahan skala yang jauh di bawah normal.
Yun memerintahkan isterinya turun ke kamar mengambil kedua
puterinya yang sedang tidur. Di kamar, Mualim I Haji Husin
tampak sudah menggendong Maya sambil memerintahkan suami-isteri
itu cepat-cepat naik ke atas. Yenni pun bergegas menggendong
Linda dengan kain sarung lantas bersama suami kembali ke atas.
Saat itu, goncangan kapal kian terasa keras.
Mereka tak berhasil mendaki tangga. Beberapa kali jatuh
terhuyung. Di geladak, para penumpang panik sejadinya. Sebagian
sudah menyiapkan pelampung. Menurut ceritanya awak kapal tidak
menolong penumpang dengan membagi-bagikan alat penolong itu.
Untuk mencapai ketinggian, Yun harus mendorong isterinya (yang
sudah menggendong anak Linda itu) dengan kepalanya. Malang, Yun
gagal. Tubuh isterinya tersangkut tali jala yang memagari tempat
itu. Ketika itu badan kapal terhempas keras, sementara angin dan
ombak kian ganas.
Tiba-tiba Yun melihat Haji Husin yang menggendong Maya terhempas
lalu dijilat ombak. Sang ayah tak bisa berbuat apa pun
menyaksikan puterinya yang malang. "Mama, mama . . .", teriak
Maya. Di tengah amukan badai, tampaknya Yenni masih sempat
mendengar teriakan itu. Meski kemudian tubuhnya kaku dan
karenanya semakin sulit dilepas dari tali jala, namun ia sempat
menyahut: "Maya, Maya . . .".
Klakson
Tak ada jalan lain bagi Yun kini, kecuali menyelamatkan diri.
Beberapa saat kemudian ia sudah terapung di laut. Di dekatnya
mengapung pula sebuah mobil Datsun. Ia naik ke atapnya seraya
mencari jalan menolong Yenni dan Linda. Dari dalam Datsun
terdengar orang membunyikan klakson. Tapi Yun tak mungkin
menolongnya, sebab pintu mobil terkunci.
Orang dalam Datsun itu rupanya seorang pembantu yang ditugaskan
menjaga mobil. Pintu mobil dikunci oleh pemiliknya. Sejak
timbulnya krisis di kapal, pembantu itu sudah berkali-kali
membunyikan klakson. Tapi tak seorang pun mampu menolongnya...
Sementara itu usaha menolong isterinya sudah tertutup bagi Yun.
Dengan sebuah pelampung yang ia temukan dekat Datsun, ia
menyelamatkan diri. Selama lebih dari 1 jam Yun terapung-apung
dengan perut menggelembung dan kedinginan, sekitar 1 mil dari
kerangka KM Klingi - sebelum bertemu dengan kapal penolong.
Beberapa saat kemudian ia memang bertemu dengan Maya, tapi sudah
di kamar mayat RS Koja, terbaring di antara korban-korban lain.
Mayat Linda pun yang masih berpalut kain sarung beberapa hari
kemudian ditemukan oleh team penolong. Tapi ibunya, nyonya Yenni
Chaerun Nawawi, tak kunjung tiba...
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo