Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Prof. Dr. H.C. KPH. Koentjaraningrat adalah seorang antropolog Indonesia yang berperan besar dalam mendeskripsikan sejarah dan kebudayaan Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dikutip dari Majalah Tempo, Koentjaraningrat lahir pada Jumat Pahing, 15 Juni 1923. Ia merupakan keturunan darah biru, buyut dari Pakualam VI. Ia menjajaki pendidikan anak-anak Belanda di Europeesche Lagere School dan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs karena merupakan seorang bangsawan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengaruh seni budaya ia terima karena masa mudanya yang ia habiskan di lingkungan keraton. Pada waktu senggang saat menempuh ilmu di sekolah menengah atas, Koen muda belajar melukis dan menari di Tejakusuman.
Koen kemudian meneruskan sekolahnya di Algemeene Middelbare School Yogyakarta yang saat ini bernama SMA Negeri 3 Yogyakarta. Demi melanjutkan pendidikan ke tahap perguruan tinggi, Koen kemudian masuk ke Universitas Gadjah Mada (UGM), mengambil jurusan sastra Indonesia.
Namun, baru satu tahun kuliah, terjadi Revolusi Kemerdekaan. Ia kemudian menggabungkan diri dalam Korps Mahasiswa Universitas Gadjah Mada dan ditugaskan menjadi pengajar bahasa Inggris dan sejarah bagi para prajurit Brigade 29, Kediri. Baru pada 1950, Koentjaraningrat berhasil merampungkan kuliahnya dan mendapat gelar sarjana muda sastra Indonesia di UGM.
Pada 1952 ia berhasil meraih gelar sarjana sastra bahasa Indonesia dari Universitas Indonesia. Pada saat itu, antara 1950–1954, sambil kuliah ia juga menjadi guru di SMA Budi Utomo.
Kiprah sebagai seorang antropolog
Dikutip dari artikel karya James J. Fox, Koen dewasa menemukan panggilan hatinya untuk menjadi antropolog ketika menjadi asisten Prof. G.J. Held di Universitas Indonesia. Pada waktu itu, Prof. Held tengah melakukan penelitian lapangan di Sumbawa. Ketertarikan mendalam Koentjaraningrat dalam ilmu antropologi membawanya melanjutkan pendidikan di Yale University, Amerika Serikat. Pada tahun 1956, dia berhasil meraih gelar Master dalam ilmu antropologi di bawah bimbingan Prof. Dr. Elisabeth Allard.
Salah satu puncak pencapaiannya terjadi pada tahun 1958, ketika Koen berhasil meraih gelar Doktor dalam ilmu antropologi dari Universitas Indonesia. Disertasinya yang berjudul "Beberapa Metode Antropologi dalam Penyelidikan Masyarakat dan Kebudayaan Indonesia" menjadi tonggak bersejarah dalam pengembangan ilmu antropologi di Indonesia.
Setelah meraih gelar, Koen memulai karier pengajar sebagai dosen antropologi di Fakultas Sastra UI (1956–1961). Keahliannya dalam berbahasa Belanda dan Inggris membuka pintu peluang internasional baginya. Ia kemudian ditunjuk menjadi Research Associate di Universitas Pittsburgh, Amerika Serikat (1961–1961). Pengabdian Koentjaraningrat tidak berhenti di situ; ia menjadi Guru Besar Antropologi di UI (1962–1999) dan Guru Besar Luar Biasa di UGM (1962–1999).
Selama periode tersebut, ia menempuh peran penting sebagai Guru Besar di Akademi Hukum Militer di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian. Di usianya yang semakin tua, Koen masih berkancah di ranah internasional dengan menjadi Guru Besar Tamu di Universitas Utrecht, Belanda (1966–1968) dan Deputi Ketua LIPI (1968–1978).
Selain mengajar, Koen juga menunjukkan dedikasinya dalam menulis tentang kebudayaan dan pembangunan di Indonesia. Karya-karyanya, seperti Rintangan-rintangan Mental dalam Pembangunan Ekonomi di Indonesia dan Pengantar Antropologi, tidak hanya mendapat pengakuan nasional, tetapi juga menjadi bahan bacaan wajib bagi mahasiswa antropologi di seluruh Indonesia.
Sebanyak 22 buku dan lebih dari 200 artikelnya, yang diterbitkan dalam berbagai majalah ilmiah dan surat kabar di dalam dan luar negeri, mengukuhkan posisinya sebagai pionir antropologi yang tak tergantikan.
Dengan prestasi gemilangnya, Koentjaraningrat tidak hanya memberikan sumbangan besar bagi perkembangan ilmu antropologi di Indonesia tetapi juga mendapatkan penghormatan di tingkat internasional. Keberhasilannya membuka jendela dunia antropologi Indonesia terus menginspirasi generasi penerus untuk menggali dan memahami kekayaan budaya yang dimiliki negeri ini.
MICHELLE GABRIELA | DIAN YULIASTUTI
Pilihan Editor: Seabad Koentjaraningrat