Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Batam - Sebanyak tiga keluarga di Pulau Rempang, Kota Batam sudah mulai pindah ke rumah relokasi sementara pada Selasa, 26 September 2023. Sementara mayoritas warga lainnya masih menolak relokasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Proses perpindahan tiga keluarga tersebut berlangsung pada Senin siang kemarin, 25 September 2023. Warga pindah dibantu langsung oleh petugas dari Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam atau BP Batam.
Hal tersebut dikonfirmasi langsung oleh BP Batam dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo hari ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sedangkan pantauan Tempo di lapangan penolakan terhadap relokasi terus digaungkan warga. Warga asli Pulau Rempang tetap memilih bertahan di kampung halamannya meskipun pemerintah menawarkan ganti untung.
Warga di Kampung Pasir Panjang misalnya. Mereka berkumpul di Posko Bantuan Hukum. Begitu juga di Kampung Sembulang Hulu, warga terus meminta bantuan agar tidak direlokasi.
Warga tak permasalahkan materi
Zubri salah seorang warga Sembulang mengatakan akan tetap bertahan di kampung halamannya.
"Ini bukan soal material, ini masalah tanah kampung itulah yang disebut marwah melayu, kami tetap bertahan" kata Zubri kepada Tempo, Selasa, 26 September 2023.
Sebelumnya Presiden Jokowi berjanji pemerintah akan memberikan warga Pulau Rempang rumah tipe 45 plus lahan seluas 500 meter. Selain itu, warga juga dijanjikan mendapatkan ganti rugi atas lahan mereka.
Zubri menyatakan sepakat dengan rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM yang menyatakan bahwa yang harus pindah itu perusahaan, bukan warga. "Kalau rekomendasi itu tidak dilakukan, gimana itu?," katanya.
Terlihat juga warga Rempang berkumpul di Posko Bantuan Hukum yang didirikan organisasi masyakarat sipil, YLBHI, WALHI, KontraS, dan lainnya.
Selanjutnya, BP Batam serahkan uang sewa dan biaya hidup
Dalam siaran pers yang Tempo terima hari ini, BP Batam menyatakan telah menyerahkan uang sewa senilai Rp 1.2 juta per orang untuk tiga bulan kedepan kepada keluarga yang telah pindah.
Kepala BP Batam, Muhammad Rudi menegaskan, warga yang terdampak pengembangan Rempang Eco-City dilakukan tanpa ada paksaan ataupun intervensi dari pihak manapun.
"Begitu warga pindah, uang sewa dan biaya hidup untuk tiga bulan langsung diserahkan. Ini bentuk komitmen BP Batam. Alhamdulillah, sudah ada tiga KK yang pindah," kata Rudi dalam siaran pers.
Rudi berharap, jumlah tersebut terus bertambah untuk ke depannya. Selain itu, warga yang pindah juga dipersilahkan memilih hunian yang telah disediakan BP Batam.
"Kita beri pilihan kepada masyarakat. Apakah mereka memilih hunian yang sudah kita siapkan atau memilih secara mandiri. Ambil uang boleh atau menerima hunian yang sudah disiapkan," tambahnya.
Rudi menjamin BP Batam akan terus memberikan bantuan hidup kepada warga yang bersedia pindah secara relokasi.
"Data dari tim, yang sudah mendaftar hingga saat ini berjumlah 291 KK. Sedangkan yang sudah berkonsultasi sebanyak 427 KK. Semoga ini berjalan lancar dan maksimal," pungkasnya.
Konflik Pulau Rempang bermula dari rencana pemerintah membangun proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco-City. Awalnya, pemerintah mengultimatum warga mengosongkan lahan itu maksimal pada 28 September 2023.
Belakangan, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menyatakan tenggat waktu itu akan diundur. Dia menyatakan pemerintah akan melakukan sosialisasi terlebih dahulu kepada warga soal hak-hak mereka.
Pasalnya, di sana akan dibangung pabrik solar panel milik perusahaan asal Cina, Xinyi Grup di sana. Xinyi sendiri telah menandatangani kontrak kerja sama dengan PT Mega Elok Graha (MEG), perusahaan milik Tomy Winata, sebagai pihak yang mendapatkan konsesi di Pulau Rempang.