Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - RRI atau Radio Republik Indonesia resmi didirikan pada 11 September 1945 oleh 6 tokoh yang sebelumnya aktif mengoperasikan radio Jepang di 6 kota. Keputusan untuk mendirikan 6 radio diadakan di rumah Adang Kadarusman Jalan Menteng Dalam, Jakarta. Rapat tersebut menghasilkan keputusan mendirikan Radio Republik Indonesia dan dr Abdulrahman Saleh terpilih sebagai pemimpin umum RRI pertama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Melansir dari RRI Yogyakarta, Bataviase Radio Vereniging (BRV) di Batavia (Jakarta Tempo dulu) merupakan siaran radio pertama yang beroperasi di Indonesia dan berdiri pada 16 Juni 1925. Radio ini berdiri di Indonesia pada tahun 1920-an untuk kepentingan penjajahan Belanda. Siaran radio pada saat itu dibutuhkan dengan tujuan yaitu menyampaikan aturan, undang-undang, serta berita penting.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sejarah RPKAD Merebut RRI
Pada 1 Oktober 1965, sebuah pasukan diperintahkan oleh Letkol Untung Syamsuri selaku pemimpin pasukan untuk menculik seluruh perwira tinggi Angkatan Darat pada malam hari. Target utama untuk penculikan ini adalah Jenderal Ahmad Yani, Abdul Haris Nasution serta 8 jenderal lainnya.
Seperti yang ditulis pada Rri.co.id, satu hari pasca peristiwa penculikan, Untung memberi perintah pada sejumlah pasukan bernama 'Divisi Ampera' bertujuan untuk menguasai Radio Republik Indonesia (RRI). Melalui media ini, Untung mengumumkan pengambilalihan kekuasaan sekaligus membentuk 'Dewan Revolusi' menggantikan 'Dewan Jenderal'.
Komandan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD), Kolonel Sarwo Edhie Wibowo bergerak cepat setelah melihat tindakan Untung. Ia meminta pasukannya menyerbu RRI dan merebutnya dkembali.
Kedua belah pihak melihat RRI punya posisi yang sangat krusial. Untung, seorang pemimpin dari gerakan revolusi memandang RRI bisa menggerakkan seluruh simpatisan PKI di Indonesia untuk mendukung upaya mereka merebut kekuasaan. Namun bagi TNI, RRI bisa memecah belah konsentrasi pasukan pemberontak.
Kolonel Sarwo Edhie Wibowo memilih Letnan Dua Sintong Panjaitan sebagai komandan pasukan. Sintong memenuhi permintaan tersebut dalam waktu singkat serta berhasil mengumpulkan pasukan.
Lalu pasukan mulai bergerak menuju lokasi yang ditentukan saat matahari mulai terbenam. Beberapa pasukan yang sempat berjaga di Monas juga telah ditarik kembali ke markasnya masing-masing dalam waktu bersamaan yang membuat RPKAD lebih mudah menjalankan misi.
Pasukan jalan kaki dari Markas Komando Strategis Angkatan Darat (Makostrad) menuju RRI. Lalu setelah tiba di gerbang, pasukan RPKAD memantau keadaan di luar RRI dan melihat beberapa orang berjaga di depan.
Setelah kondisi aman, mereka mulai memasuki gedung serta membebaskan para karyawan yang disandera Untung. Letda Sintong melaporkan situasi tersebut kepada Lettu Feisal Tanjung namun Kolonel Sarwo Edhie tidak percaya dengan laporan yang disampaikan Sintong. Ia pun meminta Sintong kembali mengecek seluruh gedung.
Lalu Sintong menyadari bahwa pengumuman tersebut berasal dari tape recorder yang masih menyala walaupun sudah tidak ada orang yang mengoperasikan. Kepala Pusat Penerangan TNI Angkatan Darat Brigadir Jenderal Ibnu Subroto pun memberikan pengumuman lanjutan. Ia membacakan pesan yang ditulis Mayor Jenderal Soeharto selaku perwira tinggi di TNI saat itu.
Seperti yang telah diprediksi, hanya memerlukan waktu 20 menit untuk Kolonel Sarwo Edhie Wibowo merebut RRI dari tangan Komandan Tjakrabirawa Letnan Kolonel Untung Syamsuri.
VALMAI ALZENA KARLA