Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Muhammad Reza Zafiruddin Susilo menemukan strategi sendiri untuk menembus pintu masuk studi magister di luar negeri. Ia menyadari, peluang untuk tembus beasiswa yang tidak banyak peminat lebih besar daripada beasiswa yang umumnya banyak diminati. Reza memilih Beasiswa Vlaamse lnteruniversitaire Raad - Universig Development Cooperation atau VLIR - UOS dari Pemerintah Belgia. "Di Indonesia masih jarang yang daftar, sehingga peluangnya cukup besar," katanya kepada Tempo pada Senin, 25 Desember 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sebelum meraih beasiswa tersebut, ia pernah gagal sebanyak lima kali. "Sebelum diterima beasiswa VLIR-UOS, saya sudah gagal seleksi di lima program beasiswa, di antaranya SISGP Swedia, AAS Australia, LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan), MEXT ke Jepang, dan saya sempat gagal seleksi VLIR-UOS," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Reza mengambil program studi Governance and Development di University of Antwerp, Belgia. Ia memulai studinya pada September 2023. Menurut dia, program studi tersebut sesuai dengan pekerjaan dia sebelumnya yang banyak terlibat dengan klien-klien dari kalangan pemerintahan daerah.
Sebelum lanjut studi S2, Reza telah bekerja selama delapan tahun. Terakhir, ia bekerja lembaga riset bidang big data dan artificial intelligence. Lembaga riset tersebut berfokus menganalisis fenomena politik, ekonomi, dan sosial di Indonesia. "Saya merasa perlu meningkatkan kualifikasi pendidikan saya, setelah 8 tahun bekerja di tempat yang berbeda," ujarnya.
Persiapan Mengejar Beasiswa
Reza menyadari kemampuan bahasa Inggrisnya masih terbatas. Untuk itu, ia memulai persiapannya dengan belajar International English Language Testing System atau IELTS. "Walaupun tumbuh dari keluarga yang cukup teredukasi, namun kemampuan bahasa Inggris saya cukup minim karena tidak diperhatikan dari kecil. Saya cukup bekerja keras untuk mendapatkan IELTS 6.5 untuk mendaftar beasiswa," ujarnya.
Reza belajar IELTS selama kurang lebih tujuh tahun. Menurutnya, menekuni IELTS selama bertahun-tahun adalah cara yang terbaik untuk belajar. Ia mengikuti tes IELTS sebanyak tiga kali. Setelah mencapai nilai IELTS 6.5 pada 2021, ia pun mulai mendaftar beasiswa.
"Saya menyadari, tahun pertama punya nilai IELTS 6.5, pasti banyak kegagalan pendaftaran beasiswa. Selama satu tahun, saya perlu banyak belajar dokumen-dokumen beasiswa. Kendala persiapan mendaftar beasiswa ada pada tahun pertama punya nilai IELTS, karena setiap proses pendaftaran beasiswa ada tantangan dokumen, tantangan waktu dan sebagainya," kata dia.
Tantangan demi tantangan tersebut mampu dia atasi pada tahun kedua masa berlaku nilai IELTS. Di samping itu, ia menyadari usianya yang tak terlalu muda, karena telah bekerja dahulu. Oleh karena itu, ia berprinsip untuk lebih realistis memilih beasiswa yang akan dibidik.
"Sebagai pendaftar beasiswa apalagi sudah cukup berumur seperti saya, sebaiknya cukup realistis jika ingin mendaftar beasiswa ternama. Sekiranya tidak memungkinkan, bisa dicoba untuk (mendaftar) beasiswa yang mungkin bisa dibilang under rate atau jarang orang mendaftar," tuturnya.
Pengalaman Baru di Belgia
Perbedaan perkuliahan di Antwerp dan Indonesia yang pertama ia rasakan adalah tidak adanya istilah semester, melainkan istilah modul. Ia menyebut, sistem modul bisa dikatakan mirip sistem caturwulan yang pernah diberlakukan di Indonesia dulu. Per satu tahun akademik, ada empat modul. Selain itu, tidak ada ujian tengah semester dan akhir semester.
"Bahan bacaan kuliah dan materi sudah disiapkan oleh kampus melalui portal akademik pribadi, sehingga saya tidak perlu menyiapkan flashdisk untuk kopi materi dosen. Saya tidak perlu membeli buku dan mencari tukang fotokopi," tutur Reza.
Dari segi kehidupan sosial dan budaya, ia tak merasakan ada kendala yang berarti. Menurutnya, lingkungan di Belgia sangat kondusif untuk belajar. "Tidak begitu banyak orang Indonesia, sehingga dapat meminimalisasi groupies dan berkesempatan lebih luas untuk bersosialisasi dengan teman negara lain. Dengan begitu, dapat menumbuhkan jiwa saling menghargai satu sama lain," ujarnya.
Terinspirasi dari Ayah hingga Aktif Beroganisasi
Reza menempuh sekolah dasar (SD) di dua sekolah. Pada 1996 hingga 2000, ia bersekolah di SD Muhammadiyah 3 Pandaan, Pasuruan. Pada 2000, ia pindah ke SD Muhammadiyah 06 Tebet Timur sampai tahun 2002.
"Pada saat saya kecil, ayah saya mendapatkan beasiswa kantor untuk melanjutkan master di Inggris. Saya tinggal di Pasuruan bersama tante. Mungkin pada saat itu tidak memungkinkan untuk membawa anak saat kuliah," ujarnya.
Ia lanjut studi ke Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta pada 2002-2005. Untuk sekolah menengah atas (SMA), ia memilih Lazuardi Global Islamic School. "Saya murid yang biasa biasa saja, tidak cemerlang, namun tidak juga kurang. Tidak pernah mengikuti perlombaan. Saya cukup aktif di kegiatan ekstrakurikuler, karena saya suka bersosialisasi," tuturnya.
Ayah Reza, Djoko Susilo, merupakan eks wartawan di Surabaya. Ayahnya juga pernah berkarier sebagai politikus yang kemudian menjabat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Swiss pada 2010-2014.
Ia menyadari bahwa pilihan kuliahnya juga terpengaruhi oleh sang ayah. Reza berkuliah S1 di Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 2008-2012. "Pada saat itu, saya tertarik dengan isu-isu politik terkini juga ada influence dari Ayah saya, dan saya kira saya cocok dengan bidang ini," ujarnya.
Semasa kuliah, Reza aktif berorganisasi di Himpunan Mahasiswa Islam dan Dewan Perwakilan Mahasiswa UGM. Ia juga pernah mencalonkan diri sebagai ketua Badan Eksekutif Mahasiswa, namun akhirnya tak terpilih.
Setelah menamatkan studi magister di Antwerp nantinya, Reza akan kembali dan bekerja di Indonesia. Selain itu, ia juga berencana untuk melanjutkan studi doktoral di luar negeri dengan preferensi negara tujuan Jepang, Singapura, Kanada, atau Selandia Baru.
"Pasti saya akan kembali bekerja di Indonesia. Mendaftar pekerjaan di beberapa lembaga think tank. Yang kedua, saya akan menyiapkan pendaftaran beasiswa doktoral luar negeri melalui LPDP," ujarnya.