Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Fraksi-fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat belum satu suara mengenai usul Rancangan Undang-Undang tentang Larangan Minuman Beralkohol.
Mayoritas partai di parlemen memberi sinyal penolakan atas rancangan undang-undang yang diusulkan oleh 21 anggota Dewan dari tiga partai, yakni Partai Keadilan Sejahtera, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Gerindra.
Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar, Azis Syamsudin, meminta pembahasan RUU tentang Minuman Beralkohol melihat dan mempertimbangkan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Cipta Kerja mengenai penanaman modal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA — Fraksi-fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat belum satu suara mengenai usul Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Larangan Minuman Beralkohol. Mayoritas partai di parlemen memberi sinyal penolakan atas rancangan undang-undang yang diusulkan oleh 21 anggota Dewan dari tiga partai, yakni Partai Keadilan Sejahtera, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Gerindra.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anggota Badan Legislasi DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Masinton Pasaribu, menuturkan usul Rancangan Undang-Undang tentang Larangan Minuman Beralkohol masih perlu dibahas secara mendalam di Badan Legislasi sebelum ditetapkan sebagai usul inisiatif DPR. Menurut dia, rancangan undang-undang ini tidak perlu terlalu banyak memuat larangan dan sanksi. "Aturan dalam draf RUU tentang Minuman Beralkohol cukup memuat aturan tentang alkohol dari produksi, distribusi, dan konsumsinya. Jangan terlalu banyak memuat larangan dan sanksi," kata Masinton kepada Tempo, kemarin.
Menurut Masinton, banyaknya larangan yang termuat dalam RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol bisa berdampak buruk bagi industri pariwisata, hiburan, serta tradisi kebudayaan. Sebab, sejak dulu Indonesia banyak memproduksi minuman beralkohol secara tradisional dan digunakan dalam ritual kebudayaan. Menurut dia, larangan dan sanksi tegas dapat dibuat untuk produksi minuman beralkohol yang dioplos sembarangan dan membahayakan jiwa serta kesehatan masyarakat yang mengkonsumsi.
Selain berdampak pada hilangnya budaya dan tradisi, Masinton menambahkan, semangat untuk memulihkan ekonomi masyarakat yang terkena dampak pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) bakal sulit terealisasi. Ia mengatakan klausul mengenai sanksi dan larangan dalam rancangan undang-undang perlu dibahas mendalam dan hati-hati agar tidak terjadi over-kriminalisasi. "Yang korban adalah masyarakat itu sendiri," ujar Masinton.
Senada, anggota Baleg dari Fraksi Partai Demokrat, Benny Kabur Harman, mengatakan usul untuk melarang produksi dan peredaran minuman beralkohol harus hati-hati agar tidak terjadi kriminalisasi. Ia menyebutkan banyak sektor ekonomi kerakyatan kelas menengah ke bawah yang akan terkena dampak akibat larangan tersebut.
Di beberapa daerah, Benny melanjutkan, produksi alkohol menjadi sumber ekonomi. Ia mewanti-wanti jangan sampai para pelaku usaha kecil dilarang menjual minuman beralkohol tapi kemudian diambil alih sehingga menjadi usaha korporasi besar. "Kan aneh Presiden Jokowi dorong iklim usaha, membuka lapangan kerja, mendorong UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah), tapi di lain pihak UMKM yang bersumber pada usaha ekonomi pada komoditas minuman beralkohol," ucap dia.
Sebagai representasi basis massa Nahdlatul Ulama, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tak mau terburu-buru mengambil sikap. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi PKB, Daniel Johan, mengatakan RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol berkaitan dengan berbagai macam tradisi yang ada di Indonesia, sehingga harus dikaji lagi. "RUU ini akan bersinggungan dengan berbagai macam tradisi yang ada pada masyarakat. Perlu juga kita lihat itu semua secara utuh," kata Daniel.
Usul tentang Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol mencuat dalam rapat di Baleg DPR pada 10 November lalu. Berdasarkan draf yang diterima Tempo, RUU tersebut berisi 24 pasal dalam 7 bab yang mengatur soal larangan, pengawasan, hingga hukum pidana. Larangan dan pidana ini menjadi pro-kontra bukan hanya di kalangan Dewan, tapi juga di kalangan masyarakat.
Salah satu pengusul dari PPP, Illiza Sa'aduddin Djamal, mengklaim RUU ini tidak menabrak asas keberagaman dan sudah mempertimbangkan asas pluralitas. Ia menyebutkan larangan mengkonsumsi minuman beralkohol dikecualikan bagi kepentingan terbatas, seperti kepentingan adat, ritual keagamaan, wisata, farmasi, dan tempat yang diizinkan oleh peraturan undang-undang," kata Illiza.
Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar, Azis Syamsuddin, meminta pembahasan RUU Minuman Beralkohol melihat dan mempertimbangkan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Cipta Kerja mengenai penanaman modal. Ia juga mengingatkan bahwa pendapatan negara dari minuman beralkohol terbilang tinggi, yakni sekitar Rp 5 triliun setiap tahun. “Terlebih bila kita mempertimbangkan nasib para tenaga kerja di bidang tersebut yang akan terkena dampak dengan adanya RUU Minuman Beralkohol,” katanya.
BUDIARTI UTAMI PUTRI | MAYA AYU PUSPITASARI
Fraksi Isyaratkan Tolak Pelarangan Minuman Beralkohol
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo