Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan atau Mendikbud Muhadjir Effendy menduga ada unsur ketidaksengajaan dalam pencantuman Yerusalem sebagai ibu kota Israel dalam buku untuk sekolah dasar itu. Buku yang dimaksud adalah buku Ilmu Pengetahuan Sosial untuk murid kelas VI SD.
“Ada kekhilafan dari pihak penulis dan tim penilai Kemendikbud. Sedang ditelisik bagaimana ceritanya ada keteledoran itu,” kata Muhadjir di sela acara peresmian patung perupa Tino Sidin di Museum Taman Tino Sidin di Bantul, DI Yogyakarta, Kamis, 14 Desember 2017.
Baca juga: Penerbit Buku SD yang Sebut Yerusalem Ibu Kota Israel Minta Maaf
Muhadjir mengklaim, tidak banyak yang tahu mengenai isu tentang Yerusalem dijadikan ibu kota Israel. “Tel Aviv sebagai ibu kota Israel juga enggak banyak yang tahu,” tutur Muhadjir.
Muhadjir mengakui buku tersebut adalah buku sekolah ajar. Buku itu adalah buku resmi yang diunggah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 2008. Program pengunggahan materi buku-buku sekolah itu merupakan program Kementerian untuk memperluas akses.
“Hak ciptanya sudah dibeli Kemendikbud. Siapa pun boleh download. Termasuk penerbit boleh mencetaknya, tapi enggak dibayar,” kata Muhadjir.
Terhadap buku yang sumbernya dari unggahan resmi Kementerian tersebut, Muhadjir hanya akan melakukan ralat untuk cetakan buku yang sama selepas pergantian kurikulum beberapa bulan ke depan. “Karena buku itu kan pakai kurikulum 2006. Tahun depan habis, ganti kurikulum baru,” ucapnya.
Sedangkan buku lain yang tidak bersumber dari Kementerian Pendidikan dan mencetak Yerusalem adalah ibu kota Israel, Muhadjir Effendy meminta buku tersebut ditarik. Upaya untuk mengantisipasi kasus yang sama berulang, menurut Muhadjir, adalah memperketat kinerja tim penilai dan menaikkan honornya pada tahun depan. “Honor tim penilai tak sepadan,” kata Mendikbud.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini