Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah berencana memberikan gelar pahlawan nasional kepada beberapa tokoh dari berbagai daerah di Indonesia. Pemberian gelar pahlawan nasional ini dalam rangka Hari Pahlawan pada 10 November 2018. "Direncanakan penganugerahan gelar pahlawan nasional untuk enam orang," ujar Dirjen Pemberdayaan Sosial Kemensos Pepen Nazaruddin, Rabu, 7 November 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Salah satu orang yang akan diganjar gelar pahlawan nasional ini adalah Depati Amir. Dia merupakan tokoh perlawanan rakyat kepada Belanda dari Pulau Bangka, Provinsi Bangka Belitung.
Sejarawan Bangka Belitung, Akhmad Elvian, mengatakan Depati merupakan jabatan yang diberikan kepada Amir. "Pemerintah Belanda yang takut dengan pengaruh Amir di hari rakyat Bangka, mencoba mengurangi pengaruh Amir dengan memberikan jabatan Depati," kata Akhmad dalam bukunya 'Riwayat Hidup dan Perjuangan Depati Amir'.
Akhmad mengatakan Amir diminta menggantikan ayahnya, Depati Bahrain, untuk menguasai daerah Jeruk ditambah Mendara dan Mentadai di Pulau Bangka. Selain merupakan orang berpengaruh, Amir dikenal dengan 30 pengikutnya yang menumpas para perompak di perairan Pulau Bangka. "Depati Amir juga tokoh yang telah memulihkan keamanan di tengah masyarakat," kata Akhmad.
Di Kepulauan Bangka, Amir dikenal sebagai tokoh perlawanan terhadap Belanda. Ia menentang pemberlakuan peraturan tentang monopoli perdagangan timah. Monopoli ini menyebabkan penyimpangan dan kecurangan dalam tata niaga timah yang membuat rakyat Bangka menderita dan sengsara.
Belanda juga menerapkan kerja paksa yang menekan rakyat bekerja tanpa dibayar. Selain itu, sikap Belanda yang tidak mengakui sistem adat dan hukum adat Sindang Mardika yang saat itu berlaku di Bangka, membuat semangat melawan Belanda semakin tak terbendung.
Depati Amir mulai memberontak dan melawan Belanda pada 1830. Peperangan semakin menjadi-jadi setelah tiga keluarga dan empat pengikutnya ditangkap dalam penyergapan Belanda di rumahnya. Depati Amir beruntung lolos dari upaya penangkapan ini.
Cerita Depati Amir yang ditangkap Belanda karena ada pengkhianat
Dalam pemberontakan dan peperangan kepada Belanda, Depati Amir dibantu oleh adiknya, Hamzah atau Cing yang masih berusia 19 tahun sebagai panglima perang. Amir juga mendapat bantuan dari para demang dan batin di Pulau Bangka, kepala parit penambangan timah, orang-orang Cina, para lanun atau perompak laut dari Lanao Mindanao, kerajaan Lingga dan Kesultanan Palembang Darussalam.
Kemampuan Depati Amir dalam menyusun strategi perang dan mengkoordinasikan pasukan membuat Belanda resah karena selalu kalah. Berbagai taktik licik Belanda untuk menangkap Depati Amir terus mengalami kegagalan. Perang rakyat Bangka yang dipimpin Depati Amir juga berhasil menyatukan orang Cina dan pribumi dalam menghadapi kolonial Belanda.
Namun, perlawanan Depati Amir dan pengikutnya mulai melambat ketika pasokan logistik berkurang. Belanda juga menerapkan blokade laut yang ketat sehingga kondisi pasukan Amir keletihan berperang di daerah dengan alam yang ganas.
Belanda menangkap Depati Amir dapat pada 7 Januari 1851 karena pengkhianatan seseorang setelah Belanda memberikan imbalan. Belanda kemudian mengasingkan Amir dan adiknya, Hamzah, ke Pulau Timor. Di Pualu Timor, ternyata Depati Amir tetap melanjutkan perjuangan melawan Belanda. Dia dan adiknya, Hamzah, menjadi penasehat raja-raja Timor dalam perang melawan kompeni dan berjasa dalam penyebaran Islam di Pulau Timor.
Setelah beberapa tahun diasingkan, Depati Amir yang diusulkan menjadi pahlawan nasional pada September lalu wafat ada 28 September 1869. Setelah itu disusul Hamzah yang meninggal pada 12 Dzulhijjah 1320 Hijriah. Keduanya dimakamkan di pemakaman muslim Batukadera Kampung Air Mata, Kupang, Nusa Tenggara Timur.