Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI berkukuh menuntaskan pembahasan tiga rancangan undang-undang daerah otonomi baru atau RUU DOB Papua pekan ini. Tiga daerah tersebut adalah Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan Tengah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia mengatakan pengambilan keputusan tingkat satu akan dilakukan siang ini, Selasa, 28 Juni 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Jika disetujui dalam rapat siang ini, kata Doli, tiga RUU ini bisa dibawa ke pembahasan tingkat dua dalam Rapat Paripurna DPR, Kamis mendatang. Para legislator telah bertolak ke Papua dengan dalih menyerap aspirasi masyarakat. Doli mengklaim, suara rakyat telah ditampung dan dipastikan akan diakomodir dalam RUU anyar ini.
"Dari hasil kunjungan kami di Papua, baik di Merauke maupun Jayapura, masyarakat yang diwakili berbagai elemen, yang kami kira cukup representatif, meliputi pemerintah daerah, panitia daerah pemekaran, tokoh adat, tokoh masyarakat, perwakilan suku dan segala macam, tidak lagi mempersoalkan apakah pemekaran ini diterima atau tidak diterima," ujar Doli di Kompleks Parlemen, Senayan, pada Selasa, 28 Juni 2022.
Menurut Doli, masyarakat hanya menuntut agar rencana pemekaran daerah ini menjamin keberadaan orang asli papua (OAP). "Jadi semacam ada affirmative action dan mereka berharap agar migrasi orang-orang dari luar Papua dikendalikan," ujar dia.
Untuk menjamin hal tersebut, kata Doli, di antaranya lembaga legislatif telah mengakomodir dalam RUU tersebut bahwa penetapan ASN maksimal 80 persen harus diisi OAP. "Hari ini kami bahas lebih lanjut detail pengadaan ASN ini," ujar Doli.
Direktur LBH Papua, Emanuel Gobay, sangsi akan klaim DPR bahwa seluruh aspirasi masyarakat Papua telah didengarkan. Ia menduga masyarakat yang diajak berdiskusi hanya sebatas kepala daerah dan jajaran pejabat. Tak ada masyarakat asli Papua yang sebenarnya mempunyai hak politik menyatakan pendapat.
"Saya lihat DPR RI memanfaatkan kewenangan atributif dari UU Nomor 2 Tahun 2021 untuk mengatur semau mereka tanpa mengikuti mekanisme dalam UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan," kata Gobay, kemarin.
DEWI NURITA | EGI ADYATAMA