Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PONDOK pesantren Ngruki di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, kini bukan lagi sarang "pemberontak". Pondok yang sempat menjadi basis gerakan "Usroh" itu ternyata sekarang amat akrab dengan ABRI. "Kami dekat dengan warga pondok itu, dan banyak anggota ABRI di sini yang saling kenal dengan santri di sana,"ujar Letnan Kolonel Empu Wijoyono, Komandan Kodim Sukoharjo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Senada dengan ucapan Komandan Kodim, Sofyan, seorang santri di Ngruki, berkata, "lihatlah, jalan di lingkungan pondok ini kan cukup mulus. Semua ini hasil kerja ABRI. Kami sekarang biasa bercanda dengan bapak-bapak tentara." Pondok pesantren yang tidak jauh dari Kota Solo ini memang merupakan contoh keberhasilan proyek AMD. Bagaimana sebuah pesantren "keras" ternyata bisa berubah menjadi pengagum ABRI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pondok Al Mukmin yang berdiri pada 1967 ini sejak 1974 dipimpin oleh Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba'syir. Di sini kedua tokoh ini membangun basis untuk ajaran-ajarannya yang menentang pemerintah. Pancasila diejek-ejek, Bendera Merah Putih haram dihormati, dan sebagainya. Pada akhirnya, Sungkar dan Ba'asyir menyusun kekuatan untuk sebuah rencana mendirikan Negara Islam Indonesia. Untuk itu mereka merekrut pengikut-pengikut dalam kelompok kecil yang militan di berbagai daerah, di dalam maupun di luar pesantren, yang disebut "Usroh".
Gerakan ini terbongkar pada 1982. Sungkar dan Ba'asyir ditangkap dan dihukum masing-masing 9 tahun oleh Pengadilan Negeri Sukoharjo, tapi kemudian berhasil melarikan diri ke Malaysia. Sementara itu, Pondok Al Mukmin terguncang karena dicap sebagai basis subversi. Ketika itu kami perlu membenahi diri memperbaiki citra," ujar H. Amir, Ketua Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Al Mukmin, pemilik pondok itu. Yang jelas, sembilan ustad yang sempat menjadi pengikut fanatik Sungkar dipecat dari pondok. Jadi, ada pembersihan intern. Tapi meluruskan ajaran "keras" yang sempat bertahun-tahun dikembangkan Sungkar dan Ba'asyir serta para kiai pengikutnya, di kalangan santri di sana, bukan soal gampang.
Berbagai pembicaraan diadakan dengan pimpinan ABRI setempat. Kebetulan, awal Januari 1987 ABRI mengadakan AMD di Desa Nguter sekitar 20 km dari Pondok Ngruki. Farid Ma'ruf, pimpinan pondok yang menggantikan Abdullah Sungkar, memanfaatkan momentum ini. Ia kerahkan 40-an santrinya untuk bergabung dalam AMD itu.
Di Nguter, selama tiga pekan para santri itu berbaur dengan 100-an tentara yang sedang ber-AMD. Mereka bersama-sama membuat jalan, membangun jembatan, dan hergotong-royong mendirikan masjid berukuran 8 x 10 meter. "AMD itu jadi sarana terbinanya ukhuwah antara santri dan kami dan anggota ABRI," kata Farid. Citra ABRI yang selalu ditiup-tiupkan Sungkar dan Ba'asyir sebelumnya, yang seakan-akan serba "miring", dengan sendirinya terbantah dengan pergaulan akrab antara santri dan ABRI di Nguter itu.
Setelah masjid selesai, di sana diadakan salat Jumat. Farid memberikan khotbah, sedang para jemaah terdiri dari para santri dan anggota ABRI. Tali "ukhwah" itu dieratkan lagi ketika tahun lalu Pondok Ngruki sendiri yang langsung dijadikan proyek AMD. Sekitar 100 tentara berbaur dengan 50-an santri, bekerja sama mengaspal jalan sepanjang 1 kilometer di pondok itu. Sebuah jembatan permanen juga selesai oleh AMD yang berlangsung selama tiga minggu itu. "Kami tunjukkan secara nyata bahwa ABRI selalu siap melakukan darma bakti," kata Letkol. Empu Wiyono, Komandan Kodim Sukoharjo.
Hubungan pun berlanjut. Sekarang bukan ABRI lagi masuk pesantren, tapi berganti santri "menyerbu" markas tentara. Januari lalu, 200-an santri Ngruki mendatangi kantor Korem Surakarta. Mereka berdialog dengan Komandan Korem serta para stafnya, menyangkut soal keamanan nasional, sampai soal keluarga berencana.
Selesai acara itu, para santri dibawa masuk ke aula Korem, dan di sana mereka disuguhi tontonan gratis: film Sunan Kalijaga. "Sekarang para santri bisa tenang memperdalam ilmu agama," kata Muhammad Moehdi, Sekretaris YPI Al Mukmin. Lebih dari itu, citra Pondok Ngruki pun tak lagi keras, dan citra ABRI di kalangan santri menjadi begitu ramah.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo