Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Perekrutan petugas haji kental akan nepotisme.
Jumlah petugas berpengalaman lebih sedikit dibanding jumlah petugas baru.
Petugas tidak sanggup menyelesaikan permasalahan yang muncul di lapangan.
JAKARTA – Berbagai persoalan muncul dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun ini. Salah satu penyebabnya diduga karena proses perekrutan petugas haji dan Media Center Haji (MCH) yang kental akan nepotisme. Ujungnya, petugas yang terpilih tidak memiliki kompetensi sehingga pelayanan terhadap calon haji terabaikan. Paling tidak dugaan ini disampaikan oleh Asrul—bukan nama sebenarnya—seorang jurnalis media nasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Asrul mendapat tawaran bergabung di MCH pada Januari lalu. Ia menganggap tawaran ini menjadi peluang untuk berangkat ke Tanah Suci, meliput pelaksanaan ibadah haji. Namun ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi. Dari mengisi formulir pendaftaran hingga menyelesaikan sejumlah tes. “Yang menawarkan teman saya di PBNU,” kata Asrul, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Asrul tak butuh waktu lama untuk melengkapi syarat administrasi. Ia kemudian diminta bertemu dengan tim seleksi untuk wawancara. Salah satu materi yang ditanyakan adalah tentang sikap petugas MCH ketika mendapat laporan dari anggota jemaah. “Misalnya ketika menemukan nasi basi, apa yang harus dilakukan?” kata dia. “Saya jawab, kalau cuma satu tidak masalah. Tapi kalau seribu ya harus dilaporkan karena itu akan merugikan calon haji.”
Belakangan, kata Asrul, pertanyaan-pertanyaan tim seleksi dirasa agak janggal. Selain itu, kata dia, kejanggalan lain terasa ketika proses profiling atau pengenalan diri. Saat wawancara Arsul mengenalkan dirinya berlatar belakang Muhamadiyah. Profiling itu yang diduga mengakibatkan Asrul tersingkir karena tim seleksi mengutamakan petugas haji yang berlatar belakang Nahdlatul Ulama.
Petugas menaikkan kursi roda calon haji Indonesia ke bus Shalawat di Mekah, Arab Saudi, 2 Juli 2023. ANTARA/Wahyu Putro A.
Selanjutnya, Asrul mendapat undangan untuk mengikuti computer assisted test di Asrama Haji Pondok Gede. Dalam tes itu, ada seratus pertanyaan yang harus dijawab. Semuanya diselesaikan dengan cepat. Namun, saat akan mengirimkan jawaban, hasilnya tidak bisa dikirim melalui sistem. “Tiga kali saya ulang selalu gagal sehingga nilai saya nol,” ucapnya. “Dari 600 peserta tes, hanya saya yang tidak bisa. Jadi, seperti diblok.”
Di tempat tes, Asrul bertemu dengan belasan peserta dari rombongan berbeda. Kebetulan ia mengenal beberapa orang di antaranya. Mereka berlatar belakang staf ahli anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan organisasi kemasyarakatan. Ternyata mereka tidak mengikuti rangkaian tes dari awal, tapi langsung mengikuti computer assisted test. “Prosesnya tidak transparan,” ucapnya.
Cerita berbeda disampaikan Misbahatul Hidayati. Perempuan berusia 42 tahun itu sama sekali tidak terhambat saat menyelesaikan seluruh tahap seleksi. “Saya lolos dari perwakilan pesantren di Demak,” kata Misbahatul. “Ini pengalaman pertama saya menjadi petugas haji.”
Petugas menata koper calon haji Indonesia kloter UPG 1 untuk ditimbang di Hotel 301 di Mekah, Arab Saudi, 2 Juli 2023. ANTARA/Wahyu Putro A.
Sumber Tempo yang mempunyai pengalaman dalam mengelola calon haji mengatakan kualitas perekrutan petugas haji dan MCH tahun ini menurun jauh. Sebabnya, tim seleksi lebih banyak memasukkan petugas haji yang tidak mempunyai pengalaman. Sebagian besar berasal dari anggota organisasi masyarakat. “Jumlah petugas yang berpengalaman dikurangi sehingga di lapangan jadi banyak masalah,” ucapnya. “Sebelumnya, perbandinganya 70:30, lebih banyak yang berpengalamannya. Sekarang kebalikannya.”
Proses rekrutmen, kata dia, juga tidak transparan dan cenderung memberikan karpet merah kepada anggota organisasi masyarakat tertentu. Kualitas dan kompetensi petugas menjadi terabaikan. Tidak mengherankan, ketika pelaksanaan puncak ibadah haji, banyak petugas yang tidak paham dalam mengatasi masalah-masalah yang muncul. “Jumlah petugas banyak, tapi tidak paham peran masing-masing,” katanya. “Jadi, cenderung ikut arus saja, satu gendong orang, lainnya ikutan.”
Direktur Jenderal Umrah dan Haji Kementerian Agama, Hilman Latief, membenarkan lembaganya merekrut banyak petugas haji dari kalangan ormas keagamaan. Namun jumlahnya merata untuk jatah setiap ormas yang menjadi petugas haji. Adapun anggota organisasi yang banyak mendaftar banyak berlatar belakang NU, Muhammadiyah, dan Persatuan Islam. “Dari kalangan agamawan dan tokoh di pesantren, termasuk perguruan tinggi, juga terepresentasikan,” ujarnya.
Soal pengalaman petugas haji, Hilman mengatakan telah merekrut sebagian petugas yang mempunyai pengalaman, baik secara administrasi maupun praktis. Mereka yang berpengalaman direkrut dari Kementerian Agama tingkat pusat sampai daerah. “Jadi, memang tidak semua punya pengalaman, tapi kami kombinasikan."
Menurut Hilman, proses perekrutan petugas haji dan MCH berjalan secara transparan. Mekanisme pendaftaran tes juga tidak ada perbedaan antara media mainstream dan media ormas Islam, baik cetak maupun elektronik. “Proses rekrutmen berjalan lancar,” ujarnya.
IMAM HAMDI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo