Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Laiskodat mengatakan akan menghentikan sementara atau moratorium pertambangan di wilayahnya. Viktor beralasan, tambang tidak meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Tambang bukan pilihan yang baik untuk tingkatkan ekonomi rakyat NTT," kata Viktor Laiskodat saat pidato perdana sebagai Gubernur NTT, Senin, 10 September 2018.
Tambang, menurut dia, akan menutup lahan pertanian rakyat, dan merusak lingkungan yang berisiko terjadi banjir dan tanah longsor. "Lubang sisa tambang mengandung zat asam yang berbahaya," katanya.
Selain itu, Viktor Laiskodat mengatakan, tambang hanya menyumbang pendapatan 1 persen lebih, sehingga harus dimoratorium.
Direktur Walhi NTT, Umbu Wulang mengatakan wilayah NTT hingga awal tahun 2018 masih dikepung 309 ijin tambang yang tersebar di 17 Kabupaten di NTT.
Baca juga: Kasus Viktor Laiskodat, Polri Koordinasi dengan MKD
Menurut Umbu, kehadiran pertambangan ini akan berdampak pada kerusakan hutan, merampas lahan, mencemari air dan pesisir pantai. Ia mengatakan warga dikriminalisasi karena membela tanah dan airnya bahkan sampai menimbulkan korban jiwa.
Selain itu, 309 izin pertambangan di NTT mengabaikan daya dukung lingkungan. Berdasarkan analisis BPBD, ada 10-15 persen desa di NTT mengalami krisis air. Selanjutnya analisa krisis air oleh WALHI NTT didasarkan pada Tata Kuasa, Tata Kelola, Tata Produksi, hingga Tata Konsumsi, 70 persen Kawasan di NTT mengalami krisis air.
"Ada 16 Daerah Aliran Sungai (DAS) utama yang yang terancam keberlanjutannya akibat praktek perambahan di kawasan hulu," katanya.