Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KETUA Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono membentuk tim khusus pada Ramadan lalu. Kala itu ia mendapat informasi bahwa Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengajukan permohonan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung tentang kepengurusan Partai Demokrat. Tim khusus yang dibentuk Agus bertugas mengkaji perkara hukum tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Agus beberapa kali hadir dalam diskusi tim yang juga diikuti oleh Sekretaris Jenderal Demokrat Teuku Riefky Harsya dan Koordinator Juru Bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra. Dia menyebutkan Demokrat telah berkali-kali menghadapi Moeldoko di pengadilan. “Kita pasti menang lagi,” kata Herzaky menirukan ucapan Agus Harimurti pada Rabu, 7 Juni lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menakhodai Demokrat sejak Maret 2020, Agus harus meladeni Moeldoko--sebelumnya tidak pernah bergabung dengan Demokrat--yang mencoba merebut kepemimpinannya setahun kemudian. Pendukung Moeldoko menggelar kongres luar biasa di Deli Serdang, Sumatera Utara, dan memilih bekas Panglima Tentara Nasional Indonesia itu menjadi ketua umum. Namun Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly tak mau mengesahkan hasil KLB Deli Serdang.
Agus, kini 44 tahun, tetap menjadi Ketua Umum Demokrat yang sah. Dia menggantikan bapaknya, Susilo Bambang Yudhoyono, yang memimpin partai sejak 2013. Ia terpilih secara aklamasi dalam Kongres V Demokrat yang diadakan di Jakarta. "Sejak bergabung ke Demokrat, Agus selalu berupaya membesarkan partai," kata Herzaky. Adiknya, Edhie Baskoro Yudhoyono, semula juga berniat menggantikan ayahnya.
Sebelum menjadi ketua umum, Agus ditugasi memimpin Komando Satuan Tugas Bersama Demokrat. Tugasnya mengatrol perolehan kursi Demokrat di Dewan Perwakilan Rakyat pada Pemilihan Umum 2019. Pada Pemilu 2014, Demokrat hanya menempatkan 61 legislator di Senayan, terjun bebas dari lima tahun sebelumnya, 150 kursi. Namun, bukannya meningkat, Demokrat hanya mendapat 54 kursi pada 2019.
Awalnya Agus memilih berkarier sebagai tentara, alih-alih politikus. Lulus dari Sekolah Menengah Atas Taruna Nusantara di Magelang, Jawa Tengah, dia masuk ke Akademi Militer. “Agus bercita-cita menjadi jenderal Angkatan Darat,” ucap juru bicara Demokrat, Herzaky Mahendra Putra.
Dua generasi di keluarga Agus menyandang titel jenderal. Ayahnya pensiun dengan pangkat letnan jenderal. Sedangkan kakek dan paman Agus, Sarwo Edhie Wibowo dan Pramono Edhie Wibowo, menyandang pangkat jenderal Angkatan Darat.
Peluang Agus menjadi perwira tinggi sebenarnya terbuka lebar. Dia meraih Adhi Makayasa, penghargaan sebagai lulusan terbaik Akademi Militer, pada 2000. Menjalani sejumlah penugasan militer, Agus dikirim untuk studi ke Harvard University, Amerika Serikat. Agus mengaku lolos menjadi mahasiswa Harvard setelah melalui ujian, seperti ditulis majalah ini pada Oktober 2009.
Agus Yudhoyono adalah perwira TNI ketiga yang kuliah di kampus bergengsi itu. Mantan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat, Agus Wirahadikusumah, dan eks Duta Besar Indonesia di Cina, Sudrajat, juga alumnus Harvard.
Membiayai kuliahnya senilai US$ 90 ribu setahun, Agus mendapat beberapa beasiswa. Namun pengusaha Gita Wirjawan disebut banyak membantu Agus. Gita, yang menjadi Dean’s Council di Kennedy School of Government, Harvard University, menyebutkan kuliah Agus dibiayai lembaga internasional. Pada periode kedua pemerintahan Yudhoyono, Gita ditunjuk menjadi Menteri Perdagangan.
Bekas Panglima TNI, Gatot Nurmantyo, mengakui Agus disiapkan menjadi pemimpin TNI. Dia menyebutkan bahwa prestasi Agus selama menjadi taruna dan perwira belum tertandingi. Gatot sempat memilih Agus sebagai salah satu prajurit yang memimpin reformasi di TNI. “Dia punya harapan bagus di TNI,” ujar Gatot saat mengumumkan pengunduran diri Agus pada 2016.
Agus menanggalkan pangkat mayor untuk maju dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017. Ajakan untuk terjun ke politik sebenarnya sampai kepada Agus beberapa bulan sebelumnya. Salah satunya dari Herzaky Mahendra Putra, teman seangkatan Agus di SMA Taruna Nusantara. Herzaky yang saat itu mengelola lembaga survei menyodorkan sigi soal elektabilitas Agus di Ibu Kota.
Menurut Herzaky, tingkat keterpilihan Agus Harimurti Yudhoyono berada di atas tokoh politik lain, seperti Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra. “Agus mengaku masih ingin mengabdi di TNI,” kata Herzaky. Ketika survei itu digelar, Agus masih memimpin Batalion Infanteri Mekanis 2013/Arya Kemuning di Tangerang, Banten.
Agus akhirnya mau diusung menjadi calon gubernur oleh koalisi Demokrat, Partai Amanat Nasional, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Persatuan Pembangunan. Ia berpasangan dengan bekas Wali Kota Jakarta Pusat, Sylviana Murni. “Ketika nama saya diangkat, semuanya sepakat,” tutur Agus.
Pada detik-detik penentuan calon itu, Agus sedang memimpin pasukan berlatih bersama Angkatan Darat Australia di Darwin, Australia. Di Jakarta, Susilo Bambang Yudhoyono berupaya membentuk koalisi melawan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat yang didukung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Hanura, dan Partai NasDem.
Yudhoyono mengusulkan putra sulungnya kepada partai-partai yang belum mendukung Basuki-Djarot. Tawarannya, Agus disandingkan dengan Sandiaga Salahuddin Uno sebagai calon wakil gubernur. Ide itu ditolak Partai Gerakan Indonesia Raya dan Partai Keadilan Sejahtera. Alasannya, Agus masih terlalu muda.
Koalisi Gerindra dan PKS kemudian menyokong Anies Baswedan dan Sandiaga Uno. Pasangan itu lolos ke putaran kedua dan memenangi pemilihan kepala daerah Jakarta. Sedangkan Agus-Sylviana keok di putaran pertama dengan meraih 937 ribu suara.
Kekalahan Agus membetot perhatian ayahnya. Politikus Demokrat, Rachland Nashidik, bercerita, Yudhoyono memanggilnya ke perpustakaan rumah pribadi presiden keenam itu yang berada di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan. “Pak Yudhoyono meminta penjelasan faktor yang memicu kekalahan Agus-Sylviana,” kata Rachland menceritakan kembali peristiwa itu.
Setelah Rachland undur diri, giliran Agus menghadap bapaknya. Teman-teman dekat Agus mengatakan bahwa Yudhoyono meminta putranya segera menulis dan menyampaikan pidato kekalahan. Agus waktu itu juga meminta maaf kepada para politikus Demokrat dan timnya karena kekalahan di pilkada tersebut telah mengecewakan mereka.
Gagal menjadi gubernur, Agus hampir saja menjadi menteri dalam pemerintahan Joko Widodo. Pada 2018, Presiden Jokowi dan Yudhoyono berkali-kali bertemu di Istana untuk membahas peluang Demokrat bergabung dengan koalisi pengusung Jokowi. Agus disebut akan mendapat posisi strategis, tapi Jokowi tak bisa menggaransi. Sebabnya, PDIP tak setuju. Penolakan itu membuat Demokrat beralih mendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Menghadapi pemilihan presiden 2024, Demokrat berharap Agus Harimurti Yudhoyono bisa menjadi pendamping bagi Anies Baswedan. Namun Agus menyebutkan Koalisi Perubahan untuk Persatuan telah menetapkan kriteria calon wakil presiden. “Demokrat memberikan ruang yang luas bagi bakal calon presiden untuk menentukan,” ujarnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Pangeran Cikeas Menanti Takhta".
Artikel ini mengalami perubahan pada Senin, 12 Juni 2023, pukul 10.21. Yaitu dengan menambahkan keterangan dari juru bicara Demokrat, Herzaky Mahendra Putra.