Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Calon wakil presiden nomor urut 02, Sandiaga Uno, menanggapi ujaran capres inkumben soal politikus genderuwo. Kali ini, Sandiaga menimpali pernyataan Jokowi dengan istilah tandingan, yakni genderuwo ekonomi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Mungkin yang dimaksud Pak Presiden soal politikus atau politik genderuwo itu yang berkaitan dengan ekonomi rente, mafia ekonomi, mafia pangan, atau mafia lainnya, sebagai genderuwonya ekonomi," kata Sandiaga saat berkampanye di Cikupa, Tangerang, Jumat, 9 November 2018.
Sandiaga pun meminta masyarakat mewaspadai para genderuwo ekonomi itu. Menurut dia, genderuwo inilah penjahat yang telah menggerogoti ekonomi Indonesia. Ia lantas berseloroh, genderuwo nyata ini tidak tampak, tapi menakutkan dan merusak. Dampak genderuwo ekonomi dirasakan oleh masyarakat kelas bawah. Misalnya harga-harga menjadi meroket dan pengangguran menjamur.
Sedangkan soal politikus genderuwo, Sandiaga ogah meneruskan komentarnya. Ia mengaku tak mau menyindir politikus dengan panggilan-panggilan tak umum tersebut. "Saya enggak ingin membawa narasi yang name calling," katanya.
Istilah politikus genderuwo ini diujarkan Jokowi untuk menyindir politikus yang menebar propaganda menakutkan. "Setelah takut, yang kedua membuat sebuah ketidakpastian. Itu sering saya sampaikan, itu namanya politik genderuwo," ujar Jokowi.
Dalam mitos Jawa, genderuwo adalah sejenis makhluk halus berwujud manusia mirip kera yang bertubuh besar dan menakutkan. Antropolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Pande Made Kutanegara, mengatakan istilah genderuwo memang lazim diujarkan masyarakat Jawa untuk menjuluki orang dewasa yang doyan marah. Masyarakat Jawa, secara khusus orang-orang di perdesaan, menyebutnya sebagai 'poyokan' yang bermakna negatif.