Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Sejarah dan Isi SKB Tempat Ibadah yang Ditolak Grace Natalie

Grace Natalie mengusulkan agar SKB tempat ibadah dicabut. Begini isi dan sejarahnya

12 Februari 2019 | 11.14 WIB

Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia Grace Natalie menyampaikan orasi saat deklarasi Perempuan Tangguh Pilih Jokowi (Pertiwi) di Jakarta, Sabtu, 17 November 2018. Pertiwi berharap Jokowi-Ma'ruf dapat mewujudkan mimpi Indonesia yang damai, sejahtera, lebih maju, yang berkeadilan serta berasaskan Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika dan UUD 45. ANTARA
Perbesar
Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia Grace Natalie menyampaikan orasi saat deklarasi Perempuan Tangguh Pilih Jokowi (Pertiwi) di Jakarta, Sabtu, 17 November 2018. Pertiwi berharap Jokowi-Ma'ruf dapat mewujudkan mimpi Indonesia yang damai, sejahtera, lebih maju, yang berkeadilan serta berasaskan Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika dan UUD 45. ANTARA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia atau PSI Grace Natalie mengusulkan pencabutan surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri soal pendirian tempat ibadah. Grace Natalie menilai SKB 3 menteri itu melanggar UUD 1945 pasal 28e dan pasal 29.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Pasal itu menyebut kebebasan bagi semua orang tentang kemerdekaan orang untuk memeluk agama dan beribadah. Negara menjamin ketika warga negaranya melakukan peribadatan,” kata Grace di Jogja Expo Center, Senin, 11 Februari 2019.

Jika ada produk hukum yang bertentangan dengan UUD 1945 dan bertentangan dengan semangat konstitusi, maka jelas bertentangan dan terjadi diskriminasi. Sebab ada pembatasan orang sehingga ia tidak bisa atau sulit untuk beribadah.

“Oleh karena itu, PSI akan melakukan deregulasi, menghapuskan peraturan bersama menteri yang jelas-jelas menghalangi kebebasan orang beribadah sebagaimana yang dijamin oleh konstitusi,” kata dia.

Baca kelanjutannya soal sejarah SKB Tempat Ibadah

Surat Keputusan Bersama soal Tempat Ibadah ini lahir pertama kali pada 1969. Departemen Agama dan Departemen Dalam Negeri kala itu menerbitkan Keputusan No. 01/Ber/MDN-MAG/1969 tanggal 13 September 1969 tentang "Pelaksanaan tugas aparatur Pemerintah dalam menjamin ketertiban dan kelancaran pelaksanaan pembangunan dan ibadat agama oleh pemeluk-pemeluknya".

SKB yang diteken oleh Menteri Agama Mohammad Dahlan dan Menteri Dalam Negeri Amir Machmud ini terbit setelah serangkaian kasus perusakan gedung gereja antara lain di Makassar pada Oktober 1967, kemudian di Jakarta pada April 1969,  serta pasca mentoknya Musyawarah Antar-Agama yang diselenggarakan 30 November 1967.

Dalam beleid ini, pembangunan tempat ibadah diatur dalam Pasal 4. Yang isinya berbunyi: (1) Setiap pendirian rumah ibadah perlu mendapatkan izin dari Kepala daerah atau Pejabat Pemerintah di bawahnya yang dikuasakan untuk itu. (2) Kepala Daerah atau pejabat yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini memberikan izin yang dimaksud setelah mempertimbangkan (a) pendapat Kepala Perwakilan Departemen Agama setempat, (b) planologi (c) kondisi dan keadaan setempat.

(3) Apabila dianggap perlu, Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuknya itu dapat meminta pendapat dari organisasi-organisasi keagamaan dan ulama atau rohaniawan setempat.

Simak terusannya: SKB Tempat Ibadah 1969 Direvisi di era SBY

Pada awal 2004, desakan agar SKB tempat ibadah ini direvisi menguat salah satu penyebabnya adalah penutupan sejumlah geraja yang ada di Jawa Barat. Sejumlah massa dari kelompok Islam tertentu menutup gereja karena dianggap melanggar SKB. Isu ini menegaskan bahwa SKB yang ada sudah tidak relevan lagi dengan kondisi yang ada.

Ada beberapa kritik terkait SKB Tempat Ibadah 1969. Beberapa kritik itu di antaranya, tidak ada kejelasan siapa dengan yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah. Apakah itu merujuk pada pemerintah di tingkat provinsi atau kota-kabupaten. Kemudian, tidak ada kejelasan siapa yang dimaksud organisasi keagamanan atau rohaniawan setempat. Poin lain adalah adanya kata-kata planologi dan keadaan setempat.

Pada awal Maret 2006, Menteri Dalam Negeri M. Ma`ruf dan Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni meneken Peraturan Bersama Menteri Agama Nomor 9 Tahun 2006 dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat. 

Surat Keputusan Bersama dua menteri ini mengatur tugas kepala daerah terkait pemeliharaan kerukunan umat beragama, pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama, pendirian rumah ibadah, dan izin sementara pemanfaatan bangunan gedung. Aturan ini merevisi SKB 1969.

Beberapa beleid dalam aturan ini yang mengatur pendirian tempat ibadah adalah pasal 14 SKB tersebut. Inti pasal ini adalah butuh paling sedikit 90 daftar nama pengguna yang disahkan pejabat setempat dan didukung sedikitnya 60 masyarakat setempat yang disahkan lurah atau kepala desa. Diwajibkan pula rekomendasi tertulis Kepala Kantor Departemen Agama dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) setempat. 

Grace Natalie melihat aturan ini tak relevan dalam kebebasan beragama. Sebab, menurut dia, SKB tempat ibadah ini sama saja membatasi seseorang dalam beribadah. "Serta menimbulkan diskriminasi," kata dia.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus