Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendidikan

Sejarah Pembentukan Densus 88 yang Diminta Dibubarkan oleh Fadli Zon

Fadli Zon meminta Densus 88 dibubarkan. Menurut dia, penanganan terorisme cukup diserahkan kepada BNPT

7 Oktober 2021 | 14.13 WIB

Personel kepolisian bersenjata dan prajurit TNI berjaga saat tim Densus 88 Antiteror melakukan penggeledahan di bekas markas FPI, Petamburan, Jakarta, Selasa, 27 April 2021. ANTARA/Aprillio Akbar
Perbesar
Personel kepolisian bersenjata dan prajurit TNI berjaga saat tim Densus 88 Antiteror melakukan penggeledahan di bekas markas FPI, Petamburan, Jakarta, Selasa, 27 April 2021. ANTARA/Aprillio Akbar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Gerindra, Fadli Zon, mengusulkan agar Detasemen Khusus 88  Antiteror Kepolisian Republik Indonesia atau Densus 88 dibubarkan. Menurut dia, penanganan terorisme cukup diserahkan kepada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Ia menyoroti pula pernyataan pejabat Densus 88 yang dianggapnya Islamofobia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pembentukan Densus 88 berawal dari Instruksi Presiden No. 4 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Terorisme untuk menangani banyaknya kasus teror bom. Inpres ini ditindaklanjuti dengan keluarnya paket Kebijakan Nasional terhadap pemberantasan Terorisme dalam Peraturan Pengganti Undang-Undang No. 1 dan 2 Tahun 2002.

 

Pengamat kepolisian dari Universitas Padjajaran, Muradi, dalam bukunya “Densus 88 AT; Konflik, Teror, dan Politik” menuliskan jika Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan merespons perintah itu dengan membentuk Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme pada 2002. Desk ini diisi oleh Detasemen C Resimen IV Gegana Brimob Polri dan tiga organisasi antiteror TNI serta intelijen.

 

Semua institiusi itu melebur menjadi Satuan Tugas Antiteror di bawah koordinasi Departemen Pertahanan. Namun Menteri Pertahanan kala itu, Matori Abdul Jalil, dinilai tidak mampu mengkoordinir institusi-institusi tersebut. "Masing-masing kesatuan antiteror tersebut lebih nyaman berinduk kepada organisasi yang membawahinya," kata Muradi.

 

Koordinasi yang berantakan ini berdampak pada serangan teror di Indonesia yang tak menunjukkan tren penurunan.

 

Kepolisian pun memutuskan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Bom Polri yang bergerak di bawah Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) dan dipimpin oleh perwira polisi bintang satu.  Salah satu tugas awalnya adalah menangani kasus Bom Natal pada 2001 dan kasus bom lainnya.

 

Namun keberadaan Satgas Bom Polri dengan Direktorat VI Antiteror Polri dinilai memiliki fungsi dan tugas yang sama sehingga terjadi tumpang tindih. Kapolri saat itu Jenderal Da’I Bachtiar memutuskan melebur dua unit ini menjadi satu dengan menerbitkan Surat Keputusan Kapolri No. 30/VI/2003 tentang pembentukan Densus 88.

 

TIKA AYU

Baca juga:

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus