Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan mengatakan partai politik harus memiliki daya tahan dan kemampuan negosiasi politik yang kuat menjelang pemilihan presiden (pilpres) 2019. Hal ini, ucap dia, adalah dampak dari putusan Mahkamah Konstitusi soal presidential threshold yang mengharuskan partai memenuhi syarat 20 persen untuk mengajukan nama calon saat pilpres.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Menentukan capres ini seperti maraton jarak jauh ala Kenya," ujar Hinca ketika dihubungi Tempo, Jumat, 12 Januari 2018. Kuncinya adalah komunikasi politik antarpartai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca:
KPU: Jadwal Pemilu 2019 Pasti Mundur karena Putusan MK...
MK Tolak Uji Materi Ambang Batas Pencalonan...
Menurut Hinca, sejak MK memutuskan presidential threshold, Kamis, 11 Januari 2018, hingga pendaftaran calon presiden, 4 Agustus 2018, adalah waktu yang sangat lama bagi partai politik membangun koalisi. Soalnya, partai politik "dipaksa" menentukan koalisi untuk memenuhi syarat 20 persen itu.
Dalam rentang tujuh bulan itu, tutur Hinca, segala hal dapat terjadi. Hinca menganggap, walaupun kubu politik mulai terlihat, tidak menutup kemungkinan muncul poros ketiga yang menawarkan calon presiden dan wakil presiden alternatif. "Sekarang kan ada kubu Merah-Putih dan Indonesia Hebat, sangat mungkin muncul poros ketiga nanti," katanya.
Pilpres 2019, ucap Sekjen Partai Demokrat itu, berbeda dengan pilpres 2014. Saat itu, partai politik harus menunggu hasil pemilihan legislatif dulu sebelum menentukan calonnya. Waktu untuk menjalin komunikasi politik saat itu hanya satu-dua bulan.
Baca:
Putusan MK Soal Presidential Threshold, Demokrat Tak Terkejut...
Putusan MK Soal Presidential Treshold, Fadli...
Kamis, 11 Januari 2018, MK menolak permohonan uji materi Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum ini mengatur ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold. Pasal ini mengatur partai politik atau gabungan parpol harus memiliki 20 persen kursi Dewan Perwakilan Rakyat atau 25 persen suara sah nasional untuk mengusung pasangan capres dan cawapres.