Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Pengelola Dana Pendidikan atau LPDP telah menyelenggarakan program bantuan pendidikan berupa beasiswa kepada putra-putri Indonesia sejak 2010. Berbagai jenis beasiswa pun telah disalurkan untuk berbagai jenjang pendidikan pula, baik di dalam maupun luar negeri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Direktur Beasiswa LPDP Dwi Larso mengatakan, jumlah penerima beasiswa yang diselenggarakan langsung oleh LPDP mencapai 45.500 orang per 31 Desember 2023. Adapun jumlah alumni LPDP tercatat sebanyak 21.373 orang. Total penerima beasiswa tahun 2023 saja mencapai 9.959 orang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dwi Larso menyebut peminat beasiswa meningkat setelah pandemi Covid-19. "Jumlah penerima beasiswa LPDP meledak signifikan sejak 2021. (Beasiswa) yang dijalankan sendiri oleh LPDP sebelum pandemi rata-rata 3.357 per tahun. Mulai tahun 2021, meningkat dengan sangat tajam, 4 ribu hampir 5 ribu," kata dia kepada Tempo pada Sabtu malam, 6 Januari 2024.
LPDP memberikan tenggat waktu maksimal tiga bulan bagi alumni yang telah beres studi untuk kembali ke tanah air. Pada rentang waktu tersebut, mereka punya kesempatan jika masih ada urusan setelah lulus ataupun persiapan untuk pulang ke Indonesia. Para alumni LPDP harus mengabdikan diri di tanah air selama dua kali masa studi di luar negeri plus setahun. Pada poin ini, kerap muncul banyak perdebatan.
Dwi mengatakan LPDP juga mengizinkan alumni untuk mencari pengalaman magang selama satu sampai dua tahun. Dengan catatan, harus atas persetujuan dan sesuai dengan bidang studi yang diambil.
Saat ini, tercatat empat orang penerima LPDP yang mendapatkan sanksi ganti rugi. Mereka harus mengembalikan seluruh dana negara yang telah diterimanya.
"Dari seluruh alumni yang 21.373 tadi, hanya ada empat orang yang diberi sanksi ganti rugi mengembalikan seluruh pembiayaan beasiswa. Saya tidak mengecilkan arti empat orang, tapi kalau kita lihat persentasenya sangat kecil dibandingkan dengan seluruh alumni," kata Dwi Larso.
Setiap tahun, LPDP mendapatkan masukan serta laporan dari eksternal perihal alumni-alumni yang sudah selesai studi, namun belum kembali pulang. Selain itu, LPDP melakukan monitoring mandiri, terutama alumni yang berada di luar negeri dan belum kembali ke Indonesia.
"Per 31 Desember kemarin, yang sedang dalam proses itu ada 153 orang. Dalam proses Pemeriksaan karena dilaporkan oleh publik, termasuk oleh monitoring LPDP ada di luar negeri," kata Dwi Larso.
Dari 153 laporan tersebut, terdapat 107 laporan yang masih dalam tahap konfirmasi dan 17 dalam sudah diberikan surat peringatan. Sementara itu, 27 laporan tengah diproses BAP dan keterangan. Sisanya 2 laporan sedang diproses untuk pemberian sanksi.
Dwi Larso menjelaskan, LPDP punya standar atau prosedur yang jelas dalam menindaklanjuti alumni yang dilaporkan belum kembali ke Indonesia. Tahap pertama adalah konfirmasi atas laporan yang masuk. Pihak LPDP akan mengecek data di dalam database dan mengonfirmasi kepada pihak imigrasi.
"Kemudian kami tanya ke yang bersangkutan dengan email, dengan berbagai saluran komunikasi. Mereka bisa respons atau tidak respons," kata Dwi Larso.
Apabila laporan tersebut terkonfirmasi benar, maka LPDP akan memberikan surat peringatan kepada penerima beasiswa. Setelah itu, masuk ke tahap pemeriksaan.
"Nah kemudian setelah pemeriksaan, jelas kesalahannya atau mereka paham akan kembali atau tidak. Kami berikan sanksi untuk yang tidak mau kembali," kata Dwi Larso.
Dwi Larso mengatakan dari empat alumni yang mendapatkan sanksi ganti rugi seluruh dana, tiga di antaranya sudah membayar lunas. Besaran dana yang diminta LPDP untuk dikembalikan tersebut pun beragam. Ada yang Rp 975 juta, Rp 570 juta, Rp 773 juta dan Rp 1,5 miliar. Namun, satu orang lagi belum mengembalikan lunas sampai sekarang, setelah sempat mencicil.
"Yang belum lunas itu Rp 1,5 (miliar) dan sisa tagihannya masih Rp 1,4. Maka kami laporkan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara untuk diproses, dilimpahkan untuk ditagih oleh negara," kata Dwi Larso.
Memastikan alumni pulang dan mengabdi
Dwi Larso menjelaskan LPDP telah melakukan sosialisasi perihal kewajiban para alumni nantinya. Mereka harus mengabdi untuk berkontribusi mengembangkan negara. Hal ini, kata Dwi tercermin dari melonjaknya jumlah pendaftar. Selain menyosialisasikan program, LPDP menyosialisasikan aturan-aturan yang mengikatnya.
Pada proses seleksi, ada surat yang menyatakan bahwa penerima beasiswa harus kembali ke Indonesia sesuai dengan peraturan yang ada. Pada tahap wawancara, LPDP akan menggali rencana pengabdian pascastudi. Tak hanya itu, pihak LPDP akan mengulik wawasan kebangsaan kandidat untuk mendalami keinginan mereka mengabdi pada Indonesia.
Setelah proses seleksi, mereka akan mendapatkan pembekalan, baik pembekalan kepercayaan diri, kemampuan berkomunikasi, hingga kemampuan berbahasa. LPDP mempunyai program Leadership, Enrichment, Attachment, and Development. Selain untuk memberikan soft skill, program ini juga agar mereka terikat terhadap pembangunan bangsa sekaligus persiapan karir.
"Ini kami bantu sejak mereka studi. Jadi, tidak menunggu sampai dia lulus. Setelah lulus, kami punya divisi pengelolaan alumni. Ada pengembangan alumni yang namanya Community of Practice, di mana mereka bisa bersinergi, punya komunitas," kata Dwi Larso.
LPDP juga melibatkan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di negara-negara tujuan studi serta otoritas imigrasi. Setelah para awardee diberangkatkan, LPDP melapor ke KBRI. Begitu juga dengan awardee, mereka diharuskan lapor diri ke KBRI setempat.
Selain pembekalan dan persiapan tersebut, yang tak kalah penting menurut Dwi adalah perihal mindset. Anak bangsa yang disokong dengan dukungan biaya pendidikan diharapkan menjadi generasi penerus bangsa. Sebab, mereka telah mendapatkan bekal pendidikan.
"Sudah terdidik S2 dan S3, di Indonesia hanya ada 0,49 persen dari jumlah usia produktif yang punya gelar S2 dan S3. Jadi kalau manja, ya repot Indonesia ini. Kan kita harapkan menjadi problem solver, bukan problem maker. Karena Anda menggunakan dana dari taxpayer. Batasnya harus cantik, antara memanjakan dengan mendukung," kata Dwi Larso.