Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian mengimbau masyarakat tidak melakukan tindakan provokasi atau menghasut untuk melakukan upaya pidana pada hari penetapan hasil perhitungan suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 22 Mei 2019 mendatang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ada aturan tersendiri yaitu Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 soal menyebarkan berita bohong yang dapat menimbulkan keonaran," kata Tito di Gedung DPD RI, Jakarta Selatan pada Selasa, 7 Mei 2019.
Selain itu, Tito juga meminta agar masyarakat tak menciptakan berita bohong atau hoaks dengan sengaja yang berakibat membuat kegaduhan atau keonaran. "Misalnya mengatakan ada kecurangan A, tapi buktinya tidak jelas sehingga terjadi keonaran," ucap dia.
Tito lantas mencontohkan kasus aktivis Ratna Sarumpaet. "Mirip seperti kasus mohon maaf tanpa mengurangi asas praduga tak bersalah, kasus Ratna Sarumpaet," kata dia.
Kala itu, Ratna Sarumpaet berbohong mengaku lebam akibat dipukul oleh orang tak dikenal. Kebohongan Ratna pun terus berkembang saat anak dan keluarga Ratna mengorek cerita pemukulan tersebut. Cerita bohong itu pun viral. Ratna akhirnya mengakui kebohongannya. Kini kasus Ratna tengah bergulir di persidangan.
Selain itu, Tito juga mengancam akan menindaktegas orang-orang yang terlibat dalam aksi people power. Tindak tegas itu akan dilakukan jika aksi people power tidak melalui tata cara demonstrasi secara resmi. "People power itu mobilisasi umum. Harus ada mekanismenya," ujar Tito.
Rencana aksi people power itu pertama kali dilontarkan politikus Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais saat aksi 313 di depan kantor Komisi Pemilihan Umum, Jakarta pada Ahad, 31 Maret 2019. Aksi 313 itu menuntut agar KPU menjalankan pemilihan umum 17 April 2019 dengan jujur dan adil.
Tito Karnavian menuturkan, apabila aksi people power tetap dilaksanakan meski tanpa aturan, maka akan dikenakan Pasal 107 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sebab, aksi itu akan dianggap sengaja untuk menggulingkan pemerintah yang sah. "Ada ancaman pidananya," ujar Tito.