Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md mengatakan upaya pengungkapan transaksi gelap senilai Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan masih terus berjalan. Satu di antaranya yang masih didalami Satgas Tindak Pidana Pencucian Uang, yaitu kasus impor emas senilai Rp 189 triliun.
Transaksi gelap Rp 349 triliun di Kemenkeu itu pernah diungkap Mahfud dalam rapat bersama Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu, 29 Maret 2023. "Itulah perkembangan penanganan kasus yang sempat gaduh di DPR," kata Mahfud, dalam keterangan pers di gedung Menko Polhukam, Rabu, 1 November 2023.
Saat itu, calon wakil presiden dari Ganjar Pranowo ini blak-blakan akan mengungkap tranksaksi mencurigakan sebesar Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan. Kasus ini sempat memancing perdebatan di antara sebagian anggota Komisi III dengan Mahfud, di antaranya politikus Partai Demokrat Benny K. Harman.
Dia menjelaskan penanganan kasus ini dilakukan secara terpisah karena melibatkan 300 surat Laporan Hasil Analisis dan Laporan Hasil Pemeriksaan dari PPATK terkait transaksi Rp 349 triliun. Menurut Mahfud, beberapa kasus yang tertangani, di antaranya eks pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu Rafael Alun Trisambodo.
Sebelum Rafael, ada eks Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak periode 2016-2019, Angin Prayitno Aji. Angin divonis tujuh tahun penjara setelah terbukti menerima gratifikasi dan melakukan pencucian uang. "Kemudian di berbagai tempat, di Bandara Soekarno-Hatta sudah ditangani. Ada pemecatan secara administratif, mutasi, penurunan pangkat," ujar dia.
Dalam penulusuran Satgas, ditemukan transaksi emas batangan seberat 3,5 ton sepanjang 2017-2019. Transaksi itu melibatkan tiga entitas yang bekerja sama dengan grup berinisial SB yang bekerja sama dengan perusahaan di luar negeri. Mahfud mengatakan, ditemukan fakta pemalsuan data kepabeanan yang menyebabkan hilangnya pungutan PPH sesuai Pasal 22 atas emas batangan eks impor seberat 3,5 ton tersebut.
Mahfud bercerita, modus kejahatan dilakukan dengan mengondisikan emas batangan. Dibuat seolah emas batangan yang diimpor itu sudah diolah menjadi perhiasan. "Padahal berdasar data yang diperoleh emas batangan 3,5 ton diduga beredar di perdagangan dalam negeri," ujar Mahfud.
Dalam modus itu, Mahfud mengatakan grup SB ini telah menyalahgunakan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 Impor. Dalam penelusuran, Mahfud menyatakan, Direktorat Jenderal Pajak memperoleh dokumen perjanjian pengolahan anoda logam.
Dokumen perjanjian itu berasal dari salah satu Badan Usaha Milik Negara bernama PT ATM kepada PT LM, grup milik SB pada 2017. "Diduga perjanjian ini sebagai kedok dari grup SB untuk melakukan ekspor barang tak benar," ujar dia.
Mahfud menanggapi sejumlah pertanyaan perihal pengungkapan kasus yang memakan waktu lama. Menurut dia, proses penegakan hukum memang berjalan lama. Berbeda dengan perbuatan kejahatan. "Kejahatan bisa dilakukan orang dalam satu menit. Tapi kejahatan satu menit itu kalau disidik bisa memakan waktu berbulan-bulan bahkan tahunan," ucap dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini