Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Yang murah, yang terlantar

Raker komisi IX DPR RI dengan Departemen Agama, membahas pelaksanaan naik haji, yang diakuinya masih ada beberapa ganjalan. juga soal ketelantaran haji non onh dan ongkos onh dinilai tinggi.

3 Desember 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI depan Ka'bah, jemaah haji ONH atau bukan tentunya tak berbeda. Tapi, dari tahun ke tahun, jemaah haji Indonesia yang non-ONH, yang tidak lewat jalur resmi pemerintah RI, selalu ada yang telantar tak bisa pulang. Dan tahun ini, jumlah yang telantar itu cukup mengejutkan. Kabar Senin pekan ini dari KBRI di Jeddah menyatakan 200-an jemaah haji Indonesia belum bisa meninggalkan Arab Saudi. "Keadaan ini lebih parah dibandingkan tahun lalu," kata pihak KBRI di Jeddah kepada TEMPO. Soal ketelantaran haji non-ONH itu pula yang ramai ditanyakan dalam rapat kerja Komisi IX DPR RI dengan Departemen Agama, Kamis pekan lalu. Menteri Agama H. Munawir Syadzali, yang baru kali ini mengalami masa naik haji, mengakui memang masih ada beberapa ganjalan dalam pelaksanaan naik haji. Kini sedang dibicarakan beberapa perubahan peraturan pelaksanaan haji, kata Menteri. Salah satu hal yang ditanyakan Komisi IX adalah tarif tiket naik haji yang demikian mahal. Dari Komisi V DPR, komisi perhubungan, diperoleh data tarif carteran Jakarta-Jeddah pp paling mahal sekitar Rp 1,1 juta. Jemaah haji ONH tahun ini harus membayar Rp 1,6 juta untuk tiket itu. Maka, kata H. Abduh Paddare, anggota Komisi IX "Wajar bila orang mencari jalan naik haji yang lebih murah." Dan yang lebih murah itu yang lewat non-ONH, lewat swasta. Total jenderal, seorang jemaah ONH (Ongkos Naik Haji - istilah jemaah lewat jalur pemerintah) tahun ini harus membayar sekitar Rp 3,1 juta. Memang, onkos hidup selama di Arab Saudi, yang disebut "biaya perbekalan & pelayanan", bila ada sisa akan dikembalikan. Danarto dari majalah Zaman yang tahun ini naik haji mengaku menerima pengembalian Rp 500 ribu. Bila ini terjadi juga dengan jemaah ONH yang lain, tarif haji ONH menjadi kurang lebih Rp 2,6 juta. Menurut Syufri Helmy Tanjung, anggota Komisi V DPR RI, dengan tarif Rp 2,6 )uta pun sebenarnya pemerintah sudah untung sekitar Rp 200 ribu -entah bagaimana cara menghitungnya. Yang jelas, tarif naik haji di Malaysia cuma sekitar US$ 2 ribu, atau sekitar Rp 2 juta. Dan untuk ongkos sebesar itu jemaah haji ONH, konon, masih harus mengalami ketidaknyamanan pelayanan. Misalnya, ternyata jumlah kursi pesawat ditambah, hingga pesawat penuh sesak. Dari hal-hal seperti itulah kemudian muncul dugaan, ada sejumlah jemaah yang dibiayai dengan "keuntungan tarif ONH". Misalnya, menurut Syufri, tahun ini ada sekitar 6 ribu jemaah haji atas biaya dinas. "Untuk apa memberi jatah naik haji kepada KNPI, kepada Pramuka," kata Syufri. Menteri Agama tak membantah adanya "keuntungan" itu. Tapi ia menolak bila kelebihan ongkos ONH digunakan untuk macam-macam. "Selama ini justru dari hasil jemaah haji mengalir amal jariah, yang kemudian diwujudkan menjadi asrama-asrama haji di beberapa daerah," kata Menteri. Jemaah ONH dari tahun 1980 memang terus menurun jumlahnya. Tahun itu tercatat 76 ribu jemaah. Tahun berikutnya menurun menjadi hanya lebih dari 67 ribu. Tahun 1982 cuma 55 ribu, dan tahun ini resmi tercatat hanya 48 ribu. Sementara itu, jemaah non-ONH meningkat. Tahun lalu tercatat 18 ribu jemaah, tahun ini menjadi 21 ribu. Tapi seberapa murah ongkos haji non-ONH tak diketahui jelas. Cuma, prosedur pengurusannya barangkali memang tidak begitu berbelit-belit, meski dengan risiko tertipu. Yang jelas, kini sedang direncanakan keppres baru tentang umroh -lewat umroh inilah sebenarnya jemaah haji non-ONH mengalir. Bila dulu hanya melibatkan Departemen Luar Negeri, Agama, dan Kehakiman, keppres baru akan melibatkan juga Departemen Dalam Negeri. "Kami akan melakukan pengawasan sampai ke desadesa, sebab basis umroh itu di desa," kata Menteri Agama. Tapi, cukupkah dengan itu?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus